Pakar politik Ikrar Nusa Bhakti menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini sedang menunjukkan dua sisi atau kepribadian berbeda dalam dirinya.
Padahal, menurutnya, Jokowi merupakan aktor berkarakter dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ia pun mengungkapkan beberapa pernyataan Jokowi yang dinilai kontroversial dan terkesan bertentangan dengan kenyataan saat ini.
“Kenapa saya mengatakan pemain watak yang punya dua muka. Ke depan, kepada masyarakat itu, tadi dibilang bahwa, ‘Ini nanti tergantung rakyat (usai Jokowi beri restu Gibran jadi cawapres). Saya enggak ikut-ikut’,” kata Ikrar menirukan ucapan Jokowi beberapa pekan lalu.
Hal itu disampaikan Ikrar Nusa Bhakti dalam tayangan Gaspol! Kompas.com yang disiarkan di kanal YouTube Kompas.com, Sabtu (4/11/2023).
Menurutnya, publik justru sudah memahami jika ucapan Jokowi bertolak belakang dengan kenyataannya. Ikrar mengatakan, publik sudah tahu bahwa Jokowi ikut campur atau “cawe-cawe” dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Kenyataan itu semakin jelas setelah Gibran bisa maju dalam Pilpres karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Kemudian, Ikrar mencontohkan ketika Jokowi berusaha menciptakan citra netral dengan mengajak tiga bakal capres makan siang, yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta.
“Dalam situasi rilis (keterangan pers), (situasi makan siang) ketawa-tawa, kata Ganjar, kan,” ujar Ikrar Nusa Bhakti. “Tapi dua orang ini kan, baik Ganjar maupun Anies Baswedan masih tetap menyuarakan, apakah Anda bisa netral?” katanya lagi.
Ia lantas mengatakan, Jokowi kembali mencoba meyakinkan diri bakal netral pada Pemilu 2024 ketika menginstruksikan para penjabat kepala daerah untuk menjaga netralitas.
“Baru berapa hari ngomong gitu. Apa yang terjadi di Gianyar? (Pencopotan baliho Ganjar-Mahfud MD),” ujar Ikrar.
Lebih lanjut, Guru Besar Riset Politik Lembaga Ilmu Politik Indonesia (LIPI) 1984-2017 ini menilai wajar jika PDI-P dan simpatisan pendukung Jokowi pada pemilihan presiden (Pilpres) 2014 dan 2019 sakit hati melihat penurunan baliho itu.
“Pada 2019, Pemilu Presiden 2019, itu Gianyar memberikan dukungan 97 persen, tertinggi di Indonesia. Anda bisa bayangkan mengapa itu teman-teman dari PDI-P sakit hati, mengapa kemudian baliho Ganjar-Mahfud MD dipindahin,” kata Ikrar.
Perlu diketahui, beberapa pernyataan Jokowi belakangan disoroti publik menjelang Pemilu 2024. Sebagai contoh, Jokowi menyinggung bahwa hasil dari pemilihan umum akan ditentukan dari pilihan rakyat. Sebab, rakyat yang punya hak untuk memilih pemimpin mereka lewat pemilihan umum.
“Baik itu di pilkada, di pemilihan wali kota, pemilihan bupati, pemilihan gubernur, pemilihan presiden. Itu semuanya yang memilih itu rakyat, yang menentukan itu rakyat, yang mencoblos itu juga rakyat,” kata Jokowi di Hutan Kota Gelora Bung Karno, Jakarta pada 24 Oktober 2023.
Itu disampaikan Jokowi menanggapi isu dinasti politik setelah putra sulungnya, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming, menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto.
Terkini, Jokowi menginstruksikan kepala daerah untuk menjaga netralitas pada Pemilu 2024. Namun, beberapa hari setelah Jokowi menyatakan itu, terjadi penurunan baliho Ganjar-Mahfud sesaat sebelum dirinya melakukan kunjungan kerja di Gianyar, Bali.
Disarikan Oleh ARS