Faktual.id
Bisnis EKONOMI

Peluang Bisnis Kandang Burung Puyuh Masih Jarang diminati Masyarakat

Bisnis kandang burung puyuh nampaknya masih jarang diminati masyarakat. Padahal, jika digeluti dengan benar, bisnis ini dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah yang cukup besar.
Seorang warga Dusun Dalingan, Desa Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Suwantono menjadi salah satu yang berhasil meraup cuan dari bisnis kandang buruh puyuh. Berawal dari nekat ingin buka usaha, Suwantono bersama sang istri Muslikah akhirnya memutuskan pulang dari perantauan di Jakarta ke kampung halamannya untuk mulai berbisnis ternak puyuh hingga kandang puyuh.

“Awal mula 2 tahun yang lalu kita lama merantau di Jakarta. Karena kerja ke orang, kita mutusin buat usaha sendiri. Pulang kampung, terus buka warung kopi. Kenal ternak puyuh karena lihat di media sosial. Pertama terjun dengan modal nekat,” ujarnya kepada detikcom.

“(Awalnya) dari ternak puyuh, terus berkembang karena melihat peluang besar di puyuh. Terutama di komoditi telur. Terus kandang juga. Bikin kandang awalnya belajar dari sampel. Kita cuma lihat terus belajar sendiri. Modal nekat aja. Nggak ada basic tukang dan lainnya. Cuma lihat, terus kalau ada kesalahan diperbaiki lagi,” lanjutnya.

Awal mula bisnis kandang puyuh, Suwantono bercerita hanya mengeluarkan modal Rp 2,5 juta untuk membeli kayu, alat, hingga kawat. Meski demikian, bisnis kandang puyuh miliknya tak langsung berjalan mulus. Di awal memulai bisnis, Suwantono mengaku dirinya sempat merugi.

“Waktu awal pertama kali saya produksi kandang puyuh berkapasitas kecil untuk 1.000 ekor itu modalnya Rp 2,5 juta. Perakitan pertama kita salah dan rugi 40 kotak kandang. Pengerjaan selama 1 bulan, itu rugi tenaga dan rugi modal Rp 2-3 juta,” katanya.

Walau sempat rugi tenaga dan uang, hal ini tak lantas membuat Suwantono putus asa. Justru berkat kegagalan tersebut, bisnis kandang puyuh miliknya kini lancar dan menghasilkan omzet puluhan juta.

“Cuma kita kalau gagal kan nggak belajar. Akhirnya ulang lagi, kita benerin dan sekarang lancar,” katanya. “Omzet kotor bisa dibilang nggak pasti, orderan masuk nggak pasti. Kadang per bulan pengiriman 3-4 kali. Sekali kirim dapat Rp 20-25 juta. Kalau pas lagi ramai. Kalau sepi paling sebulan 1-2 kali,” tambahnya. Selain usaha, Suwantono mengatakan kualitas juga menjadi hal penting dalam keberlangsungan bisnisnya. Ia menyebut kandang puyuh memiliki standar kualitas, baik berupa ukuran hingga pemilihan jenis kayu. Untuk jenis kayu, Suwantono menggunakan kayu kruing Kalimantan yang bertekstur keras dan tahan rayap sehingga lebih awet.

“Kalau untuk kandang puyuh ada standar kualitasnya. Ukuran kandang itu disesuaikan dengan populasi puyuh. Kalau 25 ekor puyuh itu ukurannya 60 x 90 cm. Ketinggian depan 25 cm dan belakang 19 cm. Terus bisa diperbesar mengikuti ukuran puyuh, tinggal dikali aja,” paparnya.
Dalam pembuatan kandang, alas burung puyuh menjadi hal yang paling vital. Mengingat kemiringannya harus benar-benar sesuai dan diperhatikan. “Yang harus diperhatikan pertama itu alas untuk puyuh minimal kualitas kawat harus bagus. Itu paling vital.

Terus kemiringan kandang harus pas, karena telur nanti gelinding sendiri ke depan. Kemiringannya paling bagus 5 cm. Untuk lainnya nggak terlalu vital,” katanya. Guna mengembangkan usahanya, Suwantono memanfaatkan pinjaman KUR dari BRI. Di tahun 2020, keduanya mengajukan KUR senilai Rp 50 juta untuk produksi bisnis kandang puyuh.

Adapun modal tersebut mereka gunakan untuk membeli kayu, kawat, dan alat untuk membuat kandang puyuh.
“Kalau di BRI ambil KUR. Tahun 2020 mengajukan Rp 50 juta, dikabulkannya Rp 25 juta. Buat nambah modal usaha produksi kandang, beli kayu, beli kawat. Beli alat juga,” ujar Muslikah.

Dalam merintis usahanya, Muslikah mengatakan dirinya juga melakukan pinjaman melalui program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) milik PNM. Berkat permodalan ini, Muslikah mengaku terbantu untuk mengembangkan usahanya karena bunga yang kecil dan tak perlu ada jaminan. “Pinjaman awal saat itu Rp 2 juta untuk nambah modal warung kopi dulu. Terus berlanjut pinjaman ke 2 Rp 3 juta. Sekarang sudah 3 kali, yang ketiga Rp 4 juta. Bergabung dengan Mekaar sudah 2 tahun lebih,” katanya. “Membantu dari segi menambah modal. Terus bunganya kecil. Proses pencairan cepat dan gampang. Dan nggak perlu jaminan apa-apa,” pungkasnya.

detikcom bersama BRI mengadakan program Sinergi Ultra Mikro di Bandar Lampung dan Semarang untuk memantau upaya peningkatan inklusi finansial masyarakat melalui sinergi BRI, Pegadaian, dan PNM dalam Holding Ultra Mikro.

Holding Ultra Mikro berupaya mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan untuk peningkatan UMKM di Tanah Air. Disarikan oleh MSLP

Related posts

Penjaga Kantin Banting Setir Menjadi Pedagang Bunga Plastik Saat Sekolah Ditutup

Tim Kontributor

Dilema mahasiswa di era pandemic covid -19

penulis

Survei Charta Politika Mengindikasikan Kepuasan Publik Meningkat Terhadap Kinerja Jokowi-Ma’ruf

Tim Kontributor

Leave a Comment