Salah satu bahasa universal yang digunakan sejak olahraga kompetitif diciptakan adalah respek. Siapapun yang berkecimpung dalam olahraga tidak akan pernah sukses tanpa mengedepankan respek dalam setiap iklim kompetisi yang dijalani.
Respek akan berupa rasa hormat sedalam-dalamnya kepada kawan atau lawan. Respek adalah menunjukkan rasa sayang dan empati kepada kawan atau lawan, dalam segala kondisi baik susah atau senang, dalam keadaan kalah atau menang.
Lingkungan olahraga termasuk sepakbola adalah tempat yang tepat untuk menumbuhkan dan membangun respek. Saat terlibat dalam olahraga kompetitif, seseorang akan belajar pentingnya menghormati rekan satu tim, pelatih, lawan, dan penonton, dalam segala kondisi kalah atau menang.
Respek kepada rekan setim akan penting dengan ikut merayakan kesuksesan bersama-sama, menanggung kekalahan secara rata. Respek kepada pelatih penting untuk mendengarkan nasihat dan kritik dari mereka yang mungkin lebih tahu dan lebih pintar.
Nah, yang sangat sulit memang adalah memberikan respek kepada lawan. Respek kepada lawan akan memberi pembelajaran penting bagaimana kalah dengan anggun dan menang tanpa merasa jumawa. Orang Jawa bilang: nglurug tanpo bala, menang tanpo ngasorake (bertarung secara ksatria, menang tanpa merendahkan lawan).
Karena falsafah respek ini, siapapun Milanisti termasuk Magico Milan akan mengutuk dengan keras aksi Bakayoko dan Kessie menenteng kostum Acerbi usai Milan mengalahkan Lazio. Meskipun Bakayoko dan Kessie ada di tim yang kita dukung, jika mereka melakukan kesalahan patut kita tegur. Itulah Respek.
Dan dalam kerangka respek itu pula, Magico Milan dengan keras mengecam tindakan pengecut dan menjijikkan pemain Atalanta Marten de Roon dalam postingan videonya di Twitter.
Marten de Roon dalam postingannya menunjukkan mental picik dengan mencoba memprovokasi Zlatan Ibrahimovic dan pendukung AC Milan di seluruh dunia.
Untuk memahami duduk perkara, semua bermula dari perang kata Zlatan Ibrahimovic dengan Duvan Zapata pada laga Serie A pekan lalu. Zapata mencoba memprovokasi Zlatan di menit-menit terakhir pertandingan “apakah Anda berniat mendapat penalti ke-13”. Provokasi ini juga tidak berdasar mengingat apapun penalti yang didapat Milan, semua datang dari keputusan yang fair dari wasit. Atas provokasi murahan itu, Zlatan merespons dengan kalimat, “Jumlah gol yang aku bikin lebih banyak dari pertandingan yang kamu mainkan.”
Semua selesai di situ. Zlatan merespons provokasi. Asap Zlatan karena api Zapata. Seusai laga, semua kubu di Milan menghormati dan respek dengan kemenangan Atalanta.
Tetapi sungguh sulit dinalar apa yang dilakukan dengan postingan Marten de Roon. Jujur Anda pemain hebat tetapi bermental kerdil.
Kami tidak perlu menunjukkan dan membandingkan pencapaian Anda bersama Atalanta dengan pencapaian Milan dalam hal trofi atau pengakuan. Tidak perlu. Kami hanya ingin menunjukkan kepada siapapun, bahwa kami selalu memberi respek kepada siapapun pemenang.
Berlakulah ksatria!
ahmad fauzi mahasiwa stisip widuri