Jakarta – Mental health, yap, sebuah isu yang sebenarnya serius untuk dibahas meski di Indonesia sendiri rasanya masih terasa abu-abu. Kenapa? Karena hadirnya social media yang menyajikan akses informasi cepat tanpa filterisasi bisa dengan mudah membuat seseorang menyimpulkan kondisi mentalnya.
Apakah lantas hal tersebut membuat mental health jadi bahasan sepele? Tentu tidak, tapi sekarang ini pembahasan yang terus berulang-ulang agaknya malah semakin meresahkan. Seolah-olah candaan tongkrongan pasti menyakiti perasaan seseorang yang berujung pada stress dan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari.
Kalau harus membandingkan dengan zaman dulu, rasanya lebih seru ketika orang-orang bisa saling melempar candaan tanpa harus takut dihakimi sebagai penyebab perusak mental. Hanya saja mental health tetap menjadi topik yang penting untuk dibahas di social media, mengingat sekarang ini banyak dari kita yang menghabiskan waktu dengan berseluncur di platform kesukaan.
Namun ketika akan membicarakan kesehatan mental, pemahaman serta referensi yang luas harus lah jadi landasan utama. Sebabnya, apa yang dibicarakan tentu akan memicu pembaca untuk berpikir atas kondisinya, apakah mentalnya masih sehat atau tidak dalam merespon serta menyikapi rasa stress yang dialami.
Pun seandainya ada masalah, bukan serta merta mengklaim diri sendiri mengidap mental health. Bertemu dengan orang yang ahli seperti psikiater adalah jawaban dan pilihan paling tepat ketika seseorang memang memiliki masalah mental. Lalu, apakah social media masih menjadi platform yang sehat, atau justru memicu keresahan dan stress berlebih pada mental? Semua kembali kepada penggunanya.
Penulis : Rian Wahyudi Putra Nteseo, Mahasiswa STISIP WIDURI