Ketua Komite Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari mengaku belum bisa berkomentar banyak atas gugatan yang diajukan terhadap mereka di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dari gugatan tersebut, KPU Indonesia harus membayar kompensasi sebesar Rp 70,5 triliun.
“Nanti kalau ada panggilan dari pengadilan untuk sidang kita pelajari dulu. Saya tidak bisa komentar karena belum tahu panggilannya, bahannya,” kata Hasyim kepada wartawan, Senin (30/10/2023).
Menurutnya, KPU RI belum menerima dokumen terkait gugatan tersebut.
“Nanti kan ada panggilan resminya, panggilan sidang. Gugatannya apa, kita belum tahu,” ucap Hasyim.
Sebelumnya diberitakan, Seorang warga negara bernama Brian Demas Wicaksono menggugat KPU RI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin (30/10/2023) atas dugaan perbuatan melawan hukum (PMH).
Ia menilai, KPU RI tidak seharusnya menerima berkas pendaftaran Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada Rabu (25/10/2023) sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
Pasalnya, Gibran masih 36 tahun, sedangkan Pasal 13 ayat (1) huruf q Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Pilpres mengatur bahwa usia minimum capres-cawapres 40 tahun.
Demas menegaskan, peraturan itu masih berlaku mengikat dan belum berubah, kendati ada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan itu membatalkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun yang menjadi aturan dalam Peraturan KPU, namun putusan itu tidak membatalkan pasal di dalam Peraturan KPU itu sendiri.
“Sehingga sudah seharusnya dalam melakukan seluruh perbuatan hukum dalam berbagai tahapan pencalonan peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden, KPU RI wajib tunduk dan patuh pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023,” jelas Demas dalam keterangannya, Senin.
Demas dan para kuasa hukumnya melayangkan 8 tuntutan kepada PN Jakpus. Pertama, menerima gugatan mereka untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan perbuatan KPU menerima berkas pendaftaran Prabowo-Gibran melawan hukum.
Ketiga, menyatakan segala keputusan-keputusan, surat-surat, penetapan-penetapan yang diterbitkan oleh KPU setelah menerima pendaftaran Prabowo-Gibran batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.
Keempat, menghukum KPU RI dengan membatalkan pendaftaran Prabowo-Gibran dengan segala akibat hukumnya.
Kelima, menghukum KPU RI mengganti kerugian materiil sebesar Rp 70,5 triliun dan immateril Rp 100.
Keenam, menghukum KPU RI (tergugat), Bawaslu RI (turut tergugat 1), Prabowo (turut tergugat 2), dan Gibran (turut tergugat 3) tunduk pada putusan tersebut.
Ketujuh, menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada upaya verzet, banding, kasasi; perlawanan dan/atau peninjauan kembali.
Kedelapan, menghukum KPU RI untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.
Baca juga: KPU Dituntut Hentikan Pencalonan Prabowo-Gibran karena PKPU Belum Direvisi
Di samping itu, mereka juga meminta majelis hakim PN Jakpus menjatuhkan putusan provinsi/putusan sela.
Pertama, menyatakan dan menetapkan bahwa sebelum perkara ini inkrah, segala bentuk surat-surat, penetapan-penetapan, dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh KPU RI berkaitan dengan proses pencalonan Prabowo-Gibran berada dalam status quo dan tidak memiliki akibat hukum.
Kedua, memerintahkan KPU RI menghentikan sementara tahapan pencalonan Prabowo-Gibran hingga perkara ini diputus inkrah.
KPU anggap tak masalah
Sebelumnya, KPU RI telah memastikan bahwa usia Gibran yang masih 36 tahun tak menjadi masalah untuk maju pada Pilpres 2024, kendati Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 belum diubah.
“Ya (usianya tetap memenuhi syarat) demi konstitusi,” kata Hasyim pada Jumat (27/10/2023), kepada Kompas.com.
“Putusan MK kan mengubah norma undang-undang. Peraturan KPU kan turunan dari undang-undang, ikuti undang-undang,” tambahnya.
Hasyim beranggapan, meskipun Peraturan KPU bukan objek hukum yang batal oleh putusan MK, namun aturan itu otomatis ikut batal.
Sebab, Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang dibatalkan MK merupakan acuan Pasal 13 Peraturan KPU tentang Pencalonan Pilpres.
“Peristiwa ini kan pernah terjadi ya 2018 lalu. Sudah berulang kali seperti kayak begini, bukan sesuatu yang baru,” kata dia.
Sebelumnya, setelah putusan MK itu terbit pada Senin (16/10/2023) KPU RI sempat menyampaikan niat melakukan revisi secara cepat dengan ataupun tanpa rapat konsultasi dengan Komisi II DPR RI.
Namun, Rabu (18/10/2023), KPU membatalkan niat itu dengan dalih putusan MK bersifat final dan mengikat. Akan tetapi, KPU RI kembali berubah sikap. Mereka akhirnya memutuskan untuk mengajukan revisi dengan bersurat meminta forum rapat konsultasi dengan pemerintah dah DPR, Senin (23/10/2023).
Namun, rapat konsultasi yang wajib ditempuh sebelum merevisi aturan itu belum terlaksana karena DPR sedang memasuki masa reses.
Sebagai informasi, dalam putusan MK, majelis hakim memutuskan bahwa seseorang bisa ikut mencalonkan diri sebagai capres-cawapres walau belum memenuhi usia minimum 40 tahun, asal berpengalaman sebagai pejabat yang terpilih lewat pemilu.
Putusan itu pun membuat putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju pada Pilpres 2024 pada usia 36 tahun, berbekal status Wali Kota Solo.
Nama Gibran dideklarasikan sebagai bakal calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto beberapa hari setelah putusan MK itu.
Gibran dan Prabowo pun resmi didaftarkan sebagai pasangan bakal capres-cawapres Pilpres 2024 dan sudah dinyatakan lulus pemeriksaan kesehatan menyeluruh di RSPAD Gatot Subroto.
Disarikan Oleh ARS