Keputusan warga menjalani isolasi mandiri (Isoman) membawa dampak. Saban hari, banyak warga isoman meninggal dunia. Hal itu membawa beban tambahan bagi petugas pemulasaran jenazah.
“Hampir tiap, ada satu sampai lima warga meninggal dunia di rumah. Mereka adalah yang menjalani isoman,” kata Kepala UPT Pengelola Pemakaman Umum Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, Taqruni Akbar kepada detikcom, Jumat (9/7/2021).
Menurut Taqruni, sudah 21 warga meninggal dunia hingga siang ini pukul 13.00 WIB, sehingga jika ditotal ada 24 warga harus dimakamkan hari ini.
“Sampai siang ini, ada 21 warga meninggal karena COVID-19. Jika ditambah pemakaman tertunda kemarin, total ada 24 orang. Sebagian ada yang meninggal di rumah, jumlah lebih dari 5 orang,” tuturnya.
Meninggalnya warga isoman di rumah justru menambah beban bagi petugas pemulasaran. Karena petugas lebih dahulu menjemput jenazah di rumah dan baru kemudian dibawa ke RS dr Syaiful Anwar (RSSA) untuk dilakukan pemulasaran.
“Adanya warga meninggal dunia, justru menambah beban petugas. Karena harus bolak balik, jemput di rumah, dibawa ke rumah sakit dan kemudian dimakamkan,” kata Taqruni.
Banyaknya warga Kota Malang menjalani isoman, karena kapasitas rumah sakit rujukan tak lagi menampung. Satgas COVID-19 juga memutuskan, hanya warga mengalami gejala sedang dan berat bisa menjalani isolasi di rumah sakit rujukan.
“RS rujukan hanya menangani pasien gejala sedang dan berat saja. Untuk gejala ringan isoman di rumah,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, dr Husnul Muarif terpisah.
Husnul meminta masyarakat yang menjalani isoman di rumah ketat mentaati protokol kesehatan. Masyarakat juga harus rutin melapor ke petugas kesehatan untuk mengetahui perkembangan kondisi yang dialami.
“Harus memenuhi rumah sehat. Yakni ventilasi udara cukup, sinar matahari juga cukup dan kepadatan yang normal,” ujar Husnul.