Yuk ikuti triknya agar tidak stress dan gampang emosi saat mendampingi anak belajar di masa pandemi Covid-19.
Saat virus corona masih menghantui indonesia, pemerintah menganjurkan semua warganya untuk melakukan segala aktivitas dirumah aja seperti menyelesaikan tugas rumah tangga, menyelesaikan pekerjaan kantor dirumah (WFH), ditambah lagi harus mendampingi anak saat Pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Banyaknya peran orang tua yang dilakukan, bila diikuti dengan ekspektasi yang tinggi untuk mencapai yang terbaik dalam segala hal akan berpotensi memicu stress.
Psikolog Tara de Thouars mengatakan, di kondisi banyaknya peran yang harus dilakukan selama dirumah, ekspektasi work-life balance sesungguhnya sulit untuk dicapai.
“Saat ini yang berlaku adalah work-life integration.” Paparnya dalam webinar : Trik eAZy WFH Sambil Menjadi Guru Bagi Anak di Rumah yang dipersembahkan oleh Allianz Indonesia, Kamis (24/9/20)
Berbeda dengan Work-life balance yang membedakan antara pekerjaan dan kehidupan rumah, dalam Work-life Integration semua disinergikan antara pekerjaan kantor, kehidupan rumah tangga, dan kesehatan. Sehingga semuanya selaras.
Menurunkan ekspektasi perlu dilakukan saat menyinergikan sejumlah aktivitas seperti bekerja dan menemani anak belajar dirumah..
Tara mengatakan, Saat orang tua dikelilingi ekspektasi maka akan menjadi risiko stres sangat mudah timbul apabila ekspektasi tersebut tidak tercapai. Misalnya seperti ekspektasi rumah harus tetap rapi, pekerjaan kantor selesai tepat waktu, dan anak harus mengikuti pembelajaran dengan baik dalam satu waktu.
Ekspektasi tersebut berhubungan dengan munculnya rasa takut bila tak tercapai. “ketakutan gak bisa jadi ibu yang baik, dan tak bisa mencapai target pekerjaan.” Papar tara.
Sehingga pada saat anak lambat mengerjakan tugas, orang tua akan marah. Masalahnya bisa jadi bukan pada diri anak, tetapi rasa takut tak tercapai ekspektasi itulah yang menjadi pemicunya.
“Dalam situasi ini orangtua cenderung fight (marah-marah) dalam menghadapi anak.karena kita melihat diri kita sebagai sosok yang dominan, berbeda saat kita menghadapi atasan.” Ujarnya.
Orangtua harus mengetahui tanda-tanda yang dialami sat stress agar mampu mengelola emosi yang keluar. Berikut tanda-tandanya :
- Emosional, saat diri mudah sekali marah dan meledak-ledak.
- Sensitif, mudah tersinggung dengan hal-hal kecil. Bahkan tiba-tiba menangis.
- Sulit fokus, konsentrasi mudah hilang dan banyak hal yang terlupa.
- Merasakan kelelahan saat menghadapi rutinitas harian meski tak melakukan aktivitas fisik yang berat.
- Sulit menikmati aktivitas yang sebelumnya mampu membuat rileks. Misalnya menonton tayangan favorit yang tak lagi menyenangkan.
- Tubuh ikut terpengaruh, misalnya merasakan sakit otot, alergi, asam lambung naik dll.
Mindful, langkah redakan stress
Tara menyarankan sejenak untuk keluar dari situasi tersebut dan melakukan teknik grounding dan mindful.
Bertujuan untuk “learning brain” menjadi aktif, sehingga orang tua mampu mengeluarkan respon berupa kata-kata dan tindakan yang tepat.
Caranya, duduk dan pejamkan mata. Lalu ambil nafas dalam-dalam dan buang perlahan. Fungsikan indera dengan mendengar sekeliling dan merasakan hangatnya hembusan nafas.
Bayangkan apa yang paling ditakutkan seperti anak sulit belajar, pekerjaan kantor tidak selesai, tanpa menilai dan bereaksi. Biarkan semua datang dan pergi.
Sambil terus mengambil dan membuang nafas perlahan sekitar 5 menit dan yakinlah semua akan baik-baik saja. Dengan begitu, diharapkan kata-kata atau tindakan yang keluar dapat menjadi lebih positif.
Setelah melakukan langkah tersebut, selesaikan satu per satu sesuai skala prioritas. Singkirkan pikiran negatif dan lupakan hal yang tidak penting untuk dilakukan pada hari itu. Fokuslah pada yang sedang dikerjakan.
Perilaku mindful dapat diterapkan dalam aktivitas sehari-hari untuk mengurangi stress, ambil jeda 5 menit untuk melakukan teknik pernafasan tadi, lalu berilah apresiasi diri anda saat pekerjaan selesai. Sumber
“Tulisan ini adalah bagian dari tugas dan pembelajaran kelas Manajemen Media Digital. Apabila ada kesalahan atau kekurangan mohon di maafkan.” Fatima Aprilia Wijaya/MMD1