Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta negara-negara anggota G20 bersiap-siap menghadapi krisis yang terjadi selanjutnya.
Bendahara negara ini mengatakan, Covid-19 bukan krisis maupun pandemi yang terakhir di dunia. Dilihat dari polanya, krisis selalu berulang tiap beberapa tahun sekali.
Oleh karena itu dia beranggapan, kerja sama antar menteri keuangan dan menteri kesehatan sangat penting.
Asal tahu saja, Indonesia sudah menggelontorkan dana hingga 45,9 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 656,3 triliun untuk pemulihan krisis kesehatan yang bertransformasi menjadi krisis ekonomi dan sosial ini.
“Pandemi ini tidak akan menjadi yang pertama dan terakhir. Kita juga perlu mempersiapkan diri tidak hanya di Indonesia, tetapi juga secara global tentang bagaimana kita akan dapat merespons dengan lebih baik untuk pandemi di masa depan,” kata Sri Mulyani dalam rangkaian side event presidensi G20 Indonesia menuju 1st FMCBG.
Wanita yang karib disapa Ani ini menuturkan, kerja sama negara anggota G20 untuk lebih siap menangani krisis selanjutnya bisa dilakukan dengan membentuk gugus tugas bersama.
Menurutnya, kerja sama diperlukan lantaran pandemi tidak bisa diatasi sendirian oleh negara manapun. Koordinasi dan kerja sama merupakan syarat mutlak bagi dunia untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan selanjutnya.
“Kami berharap kerja sama antara menteri keuangan dan menteri kesehatan dapat memperkuat kemampuan dunia untuk mempersiapkan diri dari guncangan pandemi di masa depan,” ucap Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini lalu menceritakan beberapa langkah yang diambil Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Langkah tersebut yakni membuat pembiayaan khusus antara menteri keuangan dengan gubernur Bank Indonesia. Lewat instrumen khusus, BI diizinkan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dengan beberapa mekanisme.
Pembiayaan khusus ini dikenal dengan skema tanggung renteng alias berbagi beban (burden sharing). “Indonesia menerapkan hubungan keuangan khusus antara bank sentral dan pemerintah yang membuat kami dapat menyediakan pembiayaan dengan biaya rendah dari peningkatan pengeluaran karena pandemi,” tutur dia.
Selama krisis, pemerintah juga melanjutkan reformasi fiskal, di antaranya reformasi perpajakan dengan mengesahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Reformasi yang mengharmonisasi seluruh peraturan perpajakan itu dilakukan untuk menciptakan dasar pemungutan pajak yang lebih kuat, memperbaiki rasio pajak, sekaligus menciptakan keadilan bagi tiap elemen pendapatan. “Indonesia juga berbenah melalui kebijakan penanggulangan agar kita dapat mengatasi masalah tersebut, tidak hanya dari Covid-19, tetapi juga dari program pemulihan ekonomi,” kata Sri Mulyani. Disarikan Oleh MSLP