Harga minyak goreng sejak menjelang natal 2021 dan tahun baru 2022 (Nataru) melonjak tajam, baik yang curah ataupun kemasan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) curiga adanya permainan harga, di mana pengusaha sepakat menentukan harga minyak goreng.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebut awalnya harga minyak goreng tinggi karena efek nataru. Namun hingga nataru lewat harga masih tinggi. Ia curiga adanya praktek kartel dan praktek oligopoli dilakukan oleh pengusaha minyak goreng dan produsen CPO.
“Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, ada larangan terkait praktek usaha tidak sehat, monopoli, oligopoli, hingga kartel. Kalau kartel pengusaha bersepakat, bersekongkol menentukan harga yang sama sehingga tidak ada pilihan lain bagi konsumen,”
“Ini bisa terjadi karena harga internasional tinggi dijual untuk domestik sama harganya,” tambahnya.
Kecurigaan itu didorong karena tidak ditemukannya masalah yang mempengaruhi tingginya harga minyak goreng setelah nataru. Jadi jika pemerintah mengguyur subsidi Rp 3,6 triliun untuk menggelontorkan minyak goreng, menurutnya tidak relevan.
“Logika awalnya harga tinggi karena supply dan demand-nya. Demand-nya tinggi kan sudah lewat, atau ada nggak gangguan supply seperti bencana alam atau gangguan produksi. Kan tidak ada,” ucapnya.
Disarikan oleh : ulexxx