Faktual.id
RAGAM INFO

Ternyata Penyebab Miskin Bukan karena Malas Bekerja

Banyak pernyataan beredar bahwa penyebab miskin adalah malas bekerja. Padahal tidak semua orang yang malas bekerja itu miskin. Lantas bagaimana keterkaitan antara kemiskinan dan kemalasan kerja yang sebenarnya?
Berdasarkan Ilmu Sosiologi, ada dua pandangan mengenai sebab kemiskinan. Pertama, kemiskinan dianggap bersumber dari hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik psikologis kultural individu. Contohnya, yaitu malas atau tidak punya etos kerja dan wirausaha.

Kedua, kemiskinan muncul dari faktor-faktor struktural. Seperti, kurangnya kesempatan dan kompetisi yang terlalu ketat atau tidak memiliki modal usaha.

Miskin dan Malas Tidak Berkaitan
Menurut Pakar Sosiologi Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. Bagong Suyanto, Drs., M.Si. miskin dan malas tidaklah berhubungan. Sebab, kemiskinan dipengaruhi faktor-faktor yang sifatnya struktural dari pada kultural.

“Kita terbiasa menghakimi orang yang miskin sebagai orang yang malas atau tidak mau bekerja keras. Padahal, jika kita melihat pengemis di pinggir jalan, panas-panas, pakai pakaian badut menari-nari. Itu kan pekerjaan yang berat sebetulnya,” ungkapnya seperti dikutip dari laman resmi Unair, Kamis (28/10).

Prof Bagong juga membandingkan bahwa pekerjaan di sektor informal bahkan lebih keras daripada pekerjaan kelas menengah. Namun karena ketidakmampuan pendidikan, ditambah minimnya akses jaringan memaksa kaum miskin untuk bertahan.

Mata Rantai Kemiskinan dan Penyebabnya
Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia pada 2019 lalu mengungkapkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin, ketika dewasa akan tetap miskin.

Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair, hal itu menunjukkan bahwa mata rantai kemiskinan memang sulit diputus.

“Karena keluarga miskin tidak memiliki modal ekonomi yang cukup dan tidak sekolah dengan baik, ujung-ujungnya dia kembali miskin. Peluang mereka untuk naik kelas tidak bisa ditembus karena tidak punya modal sosial dan ekonomi yang cukup,” terangnya.

Penyebab sulitnya memutus rantai kemiskinan disebutkan Prof Bagong karena faktor struktural yang tidak ramah. Serta, kebijakan pemerintah bersifat meritokrasi yakni belum berpihak untuk melindungi si miskin.

“Kebijakan meritokrasi itu intinya orang miskin diberi bantuan, soal bagaimana mereka bertahan hidup menghadapi struktur yang kompetitif terserah pada semangatnya orang miskin,” ungkap Dekan FISIP Unair.

Kemudian, soal kemunculan istilah miskin sendiri juga memiliki kaitan erat dengan stratifikasi (pengelompokkan anggota masyarakat secara vertikal) dan kesadaran kelas.

“Kemiskinan terjadi ketika orang sadar akan kelasnya. Dia dimana. Ini yang membuat isu kemiskinan dikaitkan dengan isu stratifikasi,” paparnya.

Hal itu berbeda dengan yang terjadi di Kota Bontang di mana pemerintah daerah berani melarang waralaba seperti Indomaret dan Alfamart masuk. Hasilnya, usaha-usaha kecil dari masyarakat setempat tumbuh.

Disarikan oleh P.

SUMBER

Related posts

Kecelakaan tunggal akibat hujan

Tim Kontributor

Disebut Karna PSBB, Jakarta Keluar Dari 10 Kota Termacet di Dunia

penulis

Puasa Media Sosial Tenangkan Hati dan Pikiran

Tim Kontributor

Leave a Comment