Drama ditampilkan di ruang sidang Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (16 Oktober 2023).
Tak disangka, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan kejutan yang tak diduga banyak pihak, yakni mengizinkan adanya sidang “karpet merah” bagi Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada 2024.
Selain memperbolehkan persidangan, Mahkamah Konstitusi juga menetapkan standar tersendiri untuk membuka pintu bagi putra sulung Presiden Joko Widodo ini untuk terus menggantikan takhta ayahnya.
Siasat tak sedap
Pasal yang menjadi pusaran gugatan yakni Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang mengatur syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun.
Publik mengaitkannya dengan hasrat trah Joko Widodo untuk terus berkuasa lewat tangan “putra mahkota”.
Ada tujuh gugatan terkait pasal itu yang diputus MK kemarin. Mulanya, satu gugatan gugur terlebih dulu karena pemohonnya menarik berkas permohonan.
Sisa enam gugatan. Majelis hakim membacakan tiga putusan yang selama ini perkaranya diperiksa berangkai dan intens sejak Mei 2023, yaitu perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Selama sidang pemeriksaan, aroma Gerindra sangat kentara. Perkara 29 diajukan PSI, partai yang belakangan semakin hangat dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Koalisi yang digawangi Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, Gelora, dan Prima itu tak malu mengakui bahwa nama Gibran dinominasikan secara serius sebagai kandidat pendamping Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
Perkara 51 diajukan Partai Garuda yang ketua umumnya, Ahmad Ridha Sabana, merupakan adik politikus Gerindra, Ahmad Riza Patria.
Perkara 55 dilayangkan sejumlah kepala daerah, di antaranya duo kader Gerindra, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa.
DPR juga diwakili politikus Gerindra, Habiburokhman, dalam menyampaikan pandangannya yang setuju agar batas usia capres-cawapres dilonggarkan.
Gerindra juga jadi satu-satunya partai politik yang menjadi pihak terkait pada perkara ini.
Dalam sidang pemeriksaan, Gerindra setuju bahwa usia 40 tahun seharusnya tidak menjadi syarat pokok, selama yang bersangkutan pernah menjadi penyelenggara negara.
Tak sedikit yang mengira, MK yang diketuai oleh adik ipar Jokowi, Anwar Usman, akan mengabulkan syahwat politik keluarga.
Namun, dalam sidang pembacaan putusan yang digelar untuk 3 perkara itu secara berturut, MK di luar dugaan menolak seluruh gugatan itu.
Pada perkara yang diajukan PSI, MK menilai, keinginan partai politik litu menurunkan syarat usia minimum capres-cawapres dari 40 ke 35 tahun tidak beralasan.
Pada perkara yang diajukan Garuda dan sejumlah kepala daerah, MK mempertanyakan batasan definisi “penyelenggara negara” yang bisa dipersamakan untuk menjadi capres-cawapres.
Pada intinya, MK menolak semua gugatan itu dengan sikap tegas, bahwa ihwal usia capres-cawapres adalah ranah pembentuk undang-undang yang tak memuat isu konstitusionalitas, sehingga bukan wewenang MK untuk mengadilinya.
Tiga gugatan di atas rupanya telah diputus secara internal melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 19 September 2023. Anwar Usman tak ikut memutus perkara itu.
Uniknya, pada tiga perkara ini, hakim konstitusi terbaru yang dipromosikan DPR RI, Guntur Hamzah, selalu berada dalam pendapat berbeda (dissenting).
Seolah menunda kejutan
Anwar menyatakan, sidang pembacaan putusan diskors hingga 14.00 WIB untuk jeda istirahat dan makan siang. Masih ada tiga putusan tersisa untuk dibacakan.
Sebagian awak media beringsut meninggalkan Gedung MK pada siang hari, setelah tiga perkara itu diadili secara antiklimaks.
Sebagian mengira, sisa tiga perkara lain akan diberlakukan prinsip mutatis mutandis, menyesuaikan dengan putusan tiga perkara sebelumnya, yang artinya sama-sama ditolak MK.
Sidang kembali dibuka. Pembacaan putusan digelar kembali untuk perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Perkara ini tak pernah intens dibicarakan dan diperiksa secara mendetail, karena memang hanya sekali disidangkan pada 5 September 2023 tanpa menukik ke pokok permohonan.
Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000 dari Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, dalam permohonannya itu secara terang-terangan mengakui dirinya “pengagum Wali Kota Solo Gibran Rakabuming”.
Ia menyinggung sejumlah capaian Pemkot Solo yang ditorehkan kepemimpinan Gibran, seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi Yogyakarta dan Semarang serta peningkatan sektor industri pariwisata, sebagai pembenar bahwa Gibran seharusnya layak maju Pilpres 2024.
Perhatian wartawan mulai terbetot begitu Guntur Hamzah, yang dalam 3 perkara sebelumnya selalu berseberangan dengan putusan yang menolak gugatan pemohon, kini ganti membacakan pertimbangan Mahkamah.
Ia pun melancarkan satu per satu argumentasi yang secara jelas menyiratkan bahwa MK akan mengabulkan gugatan Almas.
Ia, misalnya, menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden sama-sama merupakan rumpun jabatan yang dipilih (elected officials) sebagaimana kepala daerah lewat sebuah pemilu, sehingga jabatan keduanya dapat dipersamakan.
“Sehingga, tokoh figur tersebut dapat saja, dikatakan telah memenuhi syarat derajat minimal kematangan dan pengalaman (minimum degree of maturity and experience) karena terbukti pemah mendapat kepercayaan masyarakat, publik atau kepercayaan negara,” kata Guntur.
“Kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) dan jabatan elected officials dalam pemilu legislatif (anggota DPR anggota DPD, dan anggota DPRD) yang pernah/sedang menjabat sudah sepantasnya dipandang memiliki kelayakan dan kapasitas sebagai calon pemimpin nasional,” papar dia.
Hakim yang dipromosikan DPR dalam skandal pencopotan hakim Aswanto itu mengatakan, pembatasan usia yang tidak disertai syarat alternatif setara merupakan “wujud ketidakadilan yang intolerable dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden”.
Dan demikianlah, akhirnya putusan itu diketuk palu Ketua MK Anwar Usman.
“Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” kata Anwar membacakan amar putusannya.
Dengan ini, maka syarat usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres, yang selama ini menjadi kendala untuk mencalonkan Gibran, bukan syarat mutlak. Kini, siapa pun orang yang belum 40 tahun, selama pernah/sedang menjadi kepala daerah atau anggota legislatif, ia bisa maju sebagai capres-cawapres.
Di sisi lain, MK menegaskan bahwa aturan baru yang mereka bikin ini dapat berlaku untuk Pilpres 2024, ketika Gibran masih berusia 36 tahun.
Tak seperti pada 3 perkara sebelumnya yang ditolak MK, Anwar Usman tercatat turut mengadili perkara yang diajukan Almas melalui RPH pada 21 September 2023.
Kekacauan internal
Total, 4 hakim konstitusi tidak sejalan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menambahkan syarat capres-cawapres ini. Mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.
Dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion (alasan berbeda) walau sepakat pada putusan yang sama, yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih.
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan berbagai kejanggalan dalam proses hukum ini, termasuk inkonsistensi Anwar Usman yang tiba-tiba turut mengadili perkara padahal semula merasa memiliki konflik kepentingan.
Arief juga menyinggung perlakuan berbeda pada 3 perkara yang ditolak MK dengan perkara Almas.
Perkara-perkara yang ditolak MK diulur-ulur waktunya, sedangkan perkara Almas diputus jalur kilat.
Wakil Ketua MK Saldi Isra tak bisa menyembunyikan keheranannya. Dalam dissenting opinion-nya, Saldi tak segan menuding putusan ini bermasalah dari berbagai sisi.
“Sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar 6,5 tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” kata dia.
Saldi juga mengungkap bagaimana para hakim berdebat sengit soal perkara ini dan sempat ada usulan menunda pembacaan putusan perkara Almas karena majelis hakim belum satu suara.
Namun, sentuhan politik menyapu argumentasi-argumentasi itu. Memang, pendaftaran Pilpres 2024 akan dibuka KPU RI pada 19-25 Oktober 2023. Sudah di depan mata. Ipar dan keponakan sang paman seolah berkejaran dengan waktu.
“Di antara sebagian hakim yang tergabung dalam gerbong mengabulkan sebagian tersebut seperti tengah berpacu dengan tahapan pemilu umum presiden dan wakil presiden, sehingga yang bersangkutan terus mendorong dan terkesan terlalu bernafsu untuk cepat-cepat memutus perkara a quo,” kata Saldi.
Disarikan Oleh ARS