Nama Istana Maimun sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Medan. Karena, Istana Maimun merupakan salah satu ikon Kota Medan serta tempat destinasi wisata paling favorit di Medan. Pengunjungnya pun bukan hanya wisatawan lokal saja, wisatawan manca negara pun datang jauh jauh dari luar negri hanya untuk menikmati kemegahan Istana Maimun dengan cara mengabadikannya melalui foto dan karena ingin mengetahui sejarah Istana Maimun.
Sekilas tentang sejarahnya, Layaknya sebuah tempat tinggal pemimpin masyarakat dengan cita rasa seni yang tinggi, Istana Maimun terlihat tampak megah dan gagah mulai dari kejauhan.Istana Maimun merupakan peninggalan Kerajaan Deli. Didirikan oleh Sultan Maimun Al Rasyid Perkasa Alamsyah yang merupakan keturunan raja ke-9 Kesultanan Deli. Istana ini dibangun pada 26 Agustus 1888 dan baru diresmikan pada 18 Mei 1891.
Warna kuning yang mendominasi Istana Maimun melambangkan warna Melayu, sekaligus warna kebesaran Kerajaan Deli di Sumatera Utara. Sedangkan pengaruh Eropa terlihat dari ornamen lampu, kursi, meja, lemari, sampai pintu dorong. Satu lagi, bentuk pintu dan jendelanya lebar-lebar seperti mirip bangunan-bangunan di Eropa.
Saat membahas Kesultanan Deli, kita akan kembali ke 1612M, dimana tersurat sejarah tentang Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sri Paduka Gocah yang memutuskan untuk menguasai Kerajaan Haru/Aru yang berada di Sumatera Timur. Konon katanya Kerajaan Aceh memiliki pasukan perang yang terkenal sangat kuat di jamannya. Mereka pun mampu dengan mudah mengambil alih Kerajaan Haru. Bergelar Tuanku Panglima Gocah Pahlawan, Sri Paduka Gocah, kemudian mengganti nama Kesultanan Aru menjadi Kesultanan Deli. Dan lokasinya pun berpindah dari Sumatera Timur ke Sumatera Utara, tepatnya di Medan, pada 26 Agustus 1988.
Pengaruh Islam bisa dilihat dari bentuk lengkung (arcade) di bagian atap yang bentuknya menyerupai perahu terbalik (lengkung persia) yang biasanya dijumpai pada bangunan-bangunan di kawasan Timur Tengah. Sampai saat ini, Istana Maimun masih terawat dengan baik.
Bangunan Istana Maimun menghadap ke timur dimana terdiri dari dua lantai dengan tiga bagian yaitu bangunan induk, sayap kiri dan sayap kanan. Istana Maimun memiliki luas sebesar 2.772 meter persegi dan 30 ruangan.
Pemindahan Ibu Kota Kerajaan Sultan Aji pada masa itu, dimana pada masa Sultan Deli yang ke VIII Sultan Mahmud Al-Rasyid Perkasa Alam Ibu Kota Kerajaan Deli masih mengarah ke utara Kota Medan dengan daerah Pelabuhan secara letak geografis berada diantara dataran rendah yang sering terkena air laut maupun banjir. Setelah Sultan Deli ke VIII meninggal digantikan Sultan Deli ke X beliau memindahkan Ibu Kota Kerajaan ke dataran tinggi yang sekarang ini menjadi pusat pemerintahan dari Kota Medan dengan membangun Istana Maimun.
Pembangunan Istana Maimun diprakarsai oleh Sultan Deli IX, Sultan Ma”moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah pada 26 Agustus 1888. Dengan didesasin oleh bernama Ferrari, bangunan istana ini baru diresmikan tiga tahun kemudian, pada 18 Mei 1891. Pemerintah Hindia Belanda turut juga membantunya dengan menunjuk Kapten KNIL Thomas van ERP di bidang teknis pembangunan.
Bangunan di atas tanah seluas sekitar 4,5 hektar itu pun sekarang menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain interiornya yang unik. Ruangannya dihiasi dengan koleksi peninggalan-peninggalan jaman dahulu seperti senjata tua dan foto-foto keluarga, selain itu pada bagian belakang ada dapur, gudang dan ruangan penjara.
Saya sendiri dibuat takjub dengan koleksi-koleksi yang dihadirkan di Istana Maimun, saya sempat menyewa pakaian adat medan dan mengabadikan nya melalui foto. Selain itu, di dalam Istana Maimun pun terdapat orang-orang yang menjual berbagai cenderamata dan penyewaan pakaian adat Medan.
Peperangan terjadi karena Putri Hijau menolak pinangan dari Sultan Aceh. Lalu Sultan Aceh mengirimkan Panglima Gotjah Pahlawan yang merupakan kesultanan pertama untuk menyerang Kerajaan Haru. Tapi karena bentengnya sangat kokoh, pasukan Aceh gagal menembusnya.
Menyadari jumlah pasukannya makin menyusut setelah banyak yang terbunuh, panglima-panglima perang Aceh memakai siasat baru. Mereka menyuruh prajuritnya menembakkan ribuan uang emas ke arah prajurit benteng yang bertahan di balik pintu gerbang.
Suasana menjadi tidak terkendali karena para penjaga benteng itu berebutan uang emas dan meninggalkan posnya. Ketika mereka tengah sibuk memunguti uang emas, tentara Aceh menerobos masuk dan dengan mudah menguasai benteng.
Pertahanan terakhir yang dimiliki orang dalam adalah salah seorang saudara Puteri Hijau, yaitu Meriam Puntung. Dari legenda yang mendunia itu, ada sesusatu hal yang sangat menakjubkan itu Meriam Puntung ini aslinya memiliki panjang sekitar 3 meter dan konon katanya kekuatan tembakan atau daya hancur Meriam Puntung ini bisa mencapai 80 kilometer, namun akibat laras meriamnya yang terlalu panas karena menembak terus menerus, maka akhirnya meriam pecah menjadi dua bagian. Ujung meriam yang merupakan bagian yang satu, melayang dan menurut dongeng jatuh di Kampung Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Tanah Karo. Sedangkan bagian yang lain disimpan pada bangunan kecil di sisi kanan Istana Maimun.
Dan satu lagi yang menarik dari meriam puntung ini, Dari pengalaman saya sendiri saat saya berkunjung kesana, saat saya menempelkan telinga di lubang itu saya mendengar suara misterius yang keluar dari meriam tersebut, suaranya seperti air yang mengalir. Tetapi masing-masing orang bisa berbeda-beda juga suara yang didengar.
Dari beberapa kisah yang melegenda asal mula benda sakti Meriam Puntung, rupanya ada kisah misteri yang konon mitosnya bahwa di lokasi tempat Meriam Puntung yang ada di Halaman Istana Maimun, ini sering terdengar suara letusan dan suara jeritan setiap malam-malam tertentu.
Tetapi, suara jeritan dan suara letusan seperti suara meriam yang sedang mengeluarkan amunisi atau mortirnya itu sudah tidak pernah ada lagi. Sejak Meriam Puntung ini mulai dirawat dan dijaga oleh salah satu keluarga cucu dari Kesultanan.
Terlepas dari kebenaran cerita-cerita tersebut dengan segala mitosnya, yang jelas sejarah Istana Maimun dan peninggalan sejarahnya seperti Meriam Puntung ini menjadi peninggalan sejarah yang wajib untuk dilestarikan.
Penulis : Helmilia Putri Adelita, Mahasiswa STISIP WIDURI