Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths akan melakukan perjalanan ke Timur Tengah pada Selasa (17 Oktober 2023). Kemunculannya dimaksudkan untuk membantu negosiasi akses distribusi bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza.
“Kita membutuhkan akses terhadap bantuan. Kami sedang melakukan diskusi mendalam dengan Israel, Mesir, dan pihak-pihak lain,” kata Griffiths dalam sebuah pernyataan video, Senin (16/10/2023), dikutip laman Al Arabiya.
Griffiths menjelaskan, dia berharap memperoleh kabar baik terkait proses penyaluran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza via jalur penyeberangan Rafah. Namun, hingga berita ini ditulis, konvoi pembawa bantuan kemanusiaan belum berhasil memasuki Jalur Gaza akibat terus berlanjutnya serangan Israel.
“Besok saya sendiri akan pergi ke wilayah tersebut untuk mencoba membantu dalam perundingan, mencoba memberikan kesaksian dan menyatakan solidaritas atas keberanian luar biasa dari ribuan pekerja bantuan yang tetap bertahan dan masih membantu masyarakat di Gaza dan Tepi Barat,” kata Griffiths.
“Besok saya sendiri akan pergi ke wilayah tersebut untuk mencoba membantu dalam perundingan, mencoba memberikan kesaksian dan menyatakan solidaritas atas keberanian luar biasa dari ribuan pekerja bantuan yang tetap bertahan” – Martin Griffiths.
Israel masih menghambat upaya pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Pemerintah Mesir mengungkapkan, jalur penyeberangan Rafah, yang menjadi pintu lalu lintas utama ke dan keluar Jalur Gaza, tidak ditutup secara resmi. Namun, truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan tak dapat melintas karena serangan udara Israel di sisi Gaza masih terus berlanjut.
“Ada kebutuhan mendesak untuk meringankan penderitaan warga sipil Palestina di Gaza,” kata Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry kepada wartawan, Senin, seraya menambahkan bahwa pembicaraan dengan Israel tidak membuahkan hasil.
“Sampai saat ini, Pemerintah Israel belum mengambil sikap untuk membuka penyeberangan Rafah dari sisi Gaza untuk memungkinkan masuknya bantuan dan keluarnya warga negara ketiga,” tambah Shoukry.
Shoukry mengatakan, Mesir menginginkan agar jalur penyeberangan Rafah dapat berfungsi seperti biasanya, termasuk bagi warga Palestina yang mencari perawatan medis atau perjalanan normal. Sebelumnya, dua sumber keamanan Mesir mengatakan kepada Reuters bahwa gencatan senjata di Gaza selatan yang berlangsung beberapa jam telah disepakati pada Senin pagi. Hal itu guna memfasilitasi proses pengiriman bantuan dan evakuasi di Rafah.
Namun, Israel kemudian membantah adanya kesepakatan semacam itu. “Saat ini tidak ada gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan di Gaza sebagai imbalan atas keluarnya orang asing,” kata sebuah pernyataan dari kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Menurut laporan Al Arabiya, perbatasan Rafah ke Gaza dibuka pada Senin pagi waktu setempat. Terdapat lebih dari 100 truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan mengantre untuk memasuki Jalur Gaza.
Dua sumber dan seorang saksi di lokasi yang dikutip Reuters mengungkapkan, truk-truk pengangkut ratusan ton bantuan dari LSM serta beberapa negara sedang menunggu di Kota Al-Arish di Mesir untuk mendapatkan kondisi yang memungkinkan masuk ke Gaza. Secara terpisah, video Reuters menunjukkan truk bahan bakar berbendera PBB tampak meninggalkan Gaza menuju Mesir melalui penyeberangan Kerem Shalom yang dikuasai Israel.
Penyeberangan perbatasan yang dikendalikan Mesir ke Gaza sebelumnya diperkirakan akan dibuka kembali di tengah upaya diplomatik untuk mendapatkan bantuan ke kantong yang telah berada di bawah pengeboman intens Israel.
Pemerintah Mesir mengungkapkan, jalur penyeberangan Rafah, yang menjadi pintu lalu lintas masuk utama ke dan keluar Jalur Gaza, tidak ditutup secara resmi. Tapi, truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan tak dapat melintas akibat terus berlanjutnya serangan udara Israel di sisi Gaza. “Ada kebutuhan mendesak untuk meringankan penderitaan warga sipil Palestina di Gaza,” kata Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry kepada wartawan.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken pada Ahad (15/10/2023) mengatakan, penyeberangan perbatasan ke Gaza yang dikontrol Mesir akan dibuka kembali. AS bekerja sama dengan Mesir, Israel, dan PBB untuk menyalurkan bantuan melalui pembukaan perbatasan itu. Ratusan ton bantuan dari beberapa negara telah menunggu di semenanjung Sinai Mesir selama berhari-hari. Mereka menunggu kesepakatan mengenai pengiriman bantuan yang aman ke Gaza dan melakukan evakuasi beberapa warga pemegang paspor asing melalui penyeberangan Rafah.
“Kami telah menerapkannya, Mesir telah memberikan banyak dukungan material bagi masyarakat di Gaza, dan Rafah akan dibuka kembali,” kata Blinken kepada wartawan di Kairo.
Blinken mengatakan, keputusan untuk membuka penyeberangan Rafah merupakan hasil dari pembicaraan dengan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi. Mesir telah meningkatkan upaya diplomatik untuk memecahkan kebuntuan tersebut. “Kami sedang menyusun, bersama PBB, Mesir, Israel, dan negara-negara lain, mekanisme yang dapat digunakan untuk menyalurkan bantuan dan menyalurkannya kepada orang-orang yang membutuhkannya,” ujar Blinken.
Sisi mengatakan kepada Blinken bahwa Israel telah merespons secara tidak proporsional dengan melancarkan serangan terberatnya di Gaza. Serangan Israel tersebut sebagai pembalasan atas serangan mengejutkan yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober. Serangan dahsyat Hamas telah membuat militer Israel kewalahan. “Reaksi ini melampaui hak untuk membela diri, tapi berubah menjadi hukuman kolektif bagi 2,3 juta orang di Gaza,” kata Sisi dalam pidato bersama.
Sisi menambahkan, perlu kerja sama erat untuk melawan ekstremisme. Namun, orang-orang Yahudi di masa lalu juga hidup bebas di Timur Tengah. “Mungkin penargetan telah terjadi di Eropa, di negara-negara lain, tapi di negara-negara Arab dan Islam hal ini tidak terjadi,” kata Sisi.
Pada Ahad, AS menunjuk diplomat veteran David Satterfield sebagai utusan khusus untuk masalah kemanusiaan Timur Tengah. Dia akan memimpin tanggapan AS terhadap krisis kemanusiaan di Gaza.
Disarikan Oleh ARS