Partai Demokrat yang dibesut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kini tengah mengalami dualisme, akibat terselenggaranya Kongres Luar Biasa (KLB) oleh kubu yang kontra dengan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY) selaku ketua umum. KLB yang diselenggarakan di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Jumat (5/3/2021) itu menetapkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat. Berlangsungnya KLB Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, memancing reaksi negatif.
Menariknya, reaksi negatif itu tak hanya datang dari internal Demokrat, tetapi juga dari berbagai pihak, termasuk partai politik lain seperti Partai Nasdem. Ketua Umum Nasdem Surya Paloh bahkan langsung menyampaikan keprihatinannya atas dualisme yang terjadi di Partai Demokrat. Surya Paloh berharap seluruh pihak yang terkait dengan dualisme di Partai Demokrat dapat menyelesaikan persoalan tersebut sesuai dengan norma dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia pun meminta semua pihak baik yang berada di internal maupul di luar Partai Demokrat menghormati kedaulatan partai besutan SBY tersebut. “Bagaimana pun, Demokrat adalah partai yang telah menjadi bagian dari kehidupan demokrasi kita. Demokrat memiliki kedaulatannya yang oleh karena itu, jangan sampai, masalah atau kemelut yang terjadi tidak mengindahkan norma dan kewibawaan partai,” kata Surya Paloh dalam keterangan tertulisnya. Dualisme Partai Demokrat juga memancing kritik dari berbagai pihak lantaran perebutan tampuk kekuasaan dilakukan oleh Moeldoko selaku pejabat yang berada di lingkaran Istana Kepresidenan.
Predikat Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan secara tak langsung membuat publik berspekulasi adanya keterlibatan pemerintah dalam upaya melengserkan klan SBY dari kuris Ketua Umum Demokrat. Ditambah pula, Moeldoko bukanlah kader yang sejak lama turut berkeringat membesarkan Demokrat. Nama Moeldoko diorbitkan secara tiba-tiba oleh para kader Demokrat yang bersebrangan dengan AHY selang sebulan sebelum KLB diselenggarakan.
Karenanya, meskipun Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD membantah pemerintah terlibat dalam upaya pergantian pucuk pimpinan di Partai Demokrat, publik tetap berspekulasi Moeldoko sebagai representasi dari pihak penguasa. Karena itu, peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, Presiden Joko Widodo harus bicara soal kisruh Partai Demokrat yang melibatkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Siti Zuhro menuturkan, keterlibatan Moeldoko dalam kisruh Partai Demokrat tidak bisa dilepaskan dari profil sebagai salah satu orang di lingkaran terdekat Jokowi. Menurut Siti Zuhro, manuver Moeldoko itu itu akan mempertaruhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, pihak Istana, maupun Jokowi sendiri. Ia menegaskan, keterlibatan pejabat aktif pemerintahan dalam konflik yang tengah mendera sebuah partai merupakan tindakan yang tidak etis.
Oleh sebab itu, Siti Zuhro menilai, dalam isu ini, Jokowi harus angkat bicara dan tidak bisa diam begitu saja. “Ini yang harus diambil langkah hati-hati dan tangkas oleh Pak Jokowi, Pak Jokowi tidak bisa mendiamkan, tidak perlu merespon dan sebagainya, tidak, kali ini Pak Jokowi harus merespons, itu menurut saya,” ujar Siti Zuhro.
Pemerintah akui AHY sebagai Ketua Umum Demokrat
Adapun dalam waktu dekat kubu kontra-AHY yang melangsungkan KLB dengan menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum akan segera mendaftarkan kepengurusan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Menanggapi hal tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, pemerintah hingga kini menganggap AHY sebagai ketua umum Partai Demokrat. Pengakuan tersebut merujuk pada Surat Keputusan (Kemenkumham) Nomor M.HH-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat tertanggal 18 Mei 2020, Jo. “Bagi pemerintah AD/ART yang terakhir itu adalah AD/ART yang diserahkan tahun 2020. Maaf ya saya kemarin mungkin keliru menyebut tahun 2025,” ujar Mahfud.
“Yang betul AD/ART yang diserahkan tahun 2020 bernomor MHH 9 Tahun 2020 bertanggal 18 Mei 2020. Berdasar itu, yang menjadi Ketua Umum Partai Demokrat sampai saat ini adalah AHY,” kata dia. Mahfud menjelaskan, AD/ART tersebut nantinya akan menjadi dasar pemerintah dalam menyelesaikan persoalan Demokrat setelah terjadi KLB di Deli Serdang. Mahfud menegaskan, pemerintah juga akan menilai secara terbuka apabila KLB kubu kontra-AHY sama-sama menyerahkan AD/ART ke pemerintah.
Ia mengatakan yang menjadi dasar bagi pemerintah dalam memutuskan keabsahan kepengurusan Partai Demokrat ialah AD/ART yang diserahkan ke Kemenkumham pada 2020. “Nanti akan timbul persoalan apakah AD/ART yang menjadi dasar apa yang disebut KLB di Deli Serdang itu sah atau tidak, nanti kita nilai. Kita akan nilai secara terbuka. Jadi logika hukum,” kata Mahfud. “Karena logika hukum juga logika masyarakat, jadi kita endak boleh main-main.
Jadi AD/ART yang sah itu sampai sekarang ke Kemenkumham yang diserahkan tahun 2020, itu nanti dasar utamanya,” ujar dia. Kendati Mahfud mengatakan demikian, sikap resmi pemerintah dalam menyikapi dualisme Partai Demokrat baru akan terlihat lewat keputusan Menkumham dalam menetapkan kepengurusan yang sah. Publik tentunya masih menanti sikap resmi pemerintah lewat SK Menkumham yang nantinya mengesahkan kubu AHY atau justru memberikan karpet merah kepada kubu kontra-AHY yang telah menetapan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat.