Dimasa pandemi akibat virus SARS-CoV-2 dan berbagai variannya ini, dan telah berlangsung lebih dari 1 tahun, banyak industri tumbang. Tidak hanya industri besar, tapi sampai di level UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Selain itu, faktor perbankan dan lembaga pembiayaan juga banyak yang colaps karena banyak kreditur yang gagal bayar. Walaupun kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk merestrukturisasi kredit, dan kemudian banyak kredit yang ditangguhkan pembayarannya, tapi tetap saja ini hanya menunda pembayaran, bukan menghilangkan kewajiban.
Nah, ketika pandemi ini, rupanya kebijakan Bank banyak yang tidak berpihak ke masyarakat atau nasabahnya. Saya sih alhamdulilah tidak punya hutang ke bank, tapi bukan ini masalahnya.
Masalahnya adalah banyak proyek yang kepending sehingga tidak ada yang transfer ke rekening bank saya. Nah perkaranya adalah, setelah beberapa bulan tidak ada yang transfer dan saldo menyusut, rekening bank kita ternyata mati, dan ketika ada orang mau transfer sudah tidak bisa. Ini jelas sangat menganggu. Saya jadi tidak bisa menerima uang dari klien saya.
Jika berpihak pada nasabah, di masa pandemi ini bank bisa saja merubah kebijakan minimal saldo mengendap dan tenggat waktunya. Ini cara simpel keberpihakan bank di masa pandemi, tidak perlu jauh-jauh dulu sampai restrukturisasi piutangnya. Dugaan saya, kasus seperti ini banyak, dan memang terjadi di teman-teman saya. Banyak yang minjem duit atau minta bantuan, kemudian ketika memberikan nomer rekening, tidak bisa ditransfer, rekeningnya sudah mati. Ini tentu saja merugikan nasabah sebagai pemilik rekening, juga merugikan bank. Pada ahirnya banya masyarakat yang berpindah transaksi keuangannya lewat platform digital seperti OVO, Dana, LinkAja, dll yang ketika saldo kosong berbulan bulan pun masih aktif dan bisa menerima kiriman uang. Dengan pola seperti ini, bank akan banyak kehilangan nasabahnya.
zhie.ahmadd