Sering saya mendengar teman-teman yang ketika hari minggu sore,apalagi setelah liburan kemudian berucap, “Yah liburan habis, besok siap-siap jadi budak korporate lagi.” Atau ledekan ke anak-anak Tukang Insinyur yang baru lulus, “Siap-siap, kuliah 4 tahun habis wisuda jadi budak korporate.”. Atau gua nggak mau kerja tetap, nggak mau jadi budak korporate gua.”
Menurut saya, budak, kacung, kuli, itu adalah masalah mental, masalah pola pikir. Kalau mental budak, pola pikir kacung, ya sudah, selamanya akan menjadi budak, termasuk melakukan hal apapun tetap mentalnya kuli, akan selalu memperbudak diri sendiri. Ini termasuk merdeka, sama saja. Kadang tiap Agustus akan sering muncul status, Indonesia belum merdeka, buktinya apa apa mahal, kerjaan susah. Ini kembali ke mental dan pola pikir. Buktinya banyak yang usaha, kerja keras bisa cukup, beli rumah, mobil, punya tabungan, bisa nikah dan menafkahi anak dan istrinya dengan rejeki halal.
Biasanya yang demikian ini akibat kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan orang yang menyerah akan keadaan. Mereka ini padahal ya tidak melakukan apa-apa, mereka ini biasanya nothing, nobody, dan can’t do anything. Atau kita lihat saja, mereka ini sekarang ngapain, apa yang sudah dilakukan untuk sesama manusia? Apa yang sudah dilakukan untuk bangsa dan negara? Dan akan jadi apa mereka beberapa tahun lagi, kita wait and see aja.
Ketika saya bekerja di sektor swasta, saya berpikir, saya bisa membantu mengembangkan perusahaan ini, efeknya perusahaan bisa menjadi besar, bisa banyak merekrut karyawan, dan produknya pun bisa membantu banyak masyarakat Indonesia. Dan sayapun banyak merubah sistem, membantu kemajuan. Saya punya skill yang memang harus dihargai dengan kompensasi yang layak. Ketika saya sudah tidak lagi bisa berkontribusi lagi, dan perusahaan sudah tidak bisa memberikan kompensasi layak kepada skill dan pikiran saya, ya sudah, resign, cari perusahaan baru buat bermain-main, buat mengaplikasikan ilmu yang kita punya, dan bisa mensuport serta membiayai hoby kita. Itu saja, dan cenderung saya mendapat lebih dari ekspetasi saya. Ini masalah pola pikir, masalah mental.
Jika bekerja di sebuah perusahaan atau korporate kemudian disebut dengan budak korporate, OK, akan kita setujui saja steatment ini. Kemudian para calon budak ini, yang tidak jadi bekerja kemudian berwirausaha, merekrut karyawan. Dia memperbudak orang dong? Atau kita lihat saja, sekarang ini mereka seperti apa dan jadi apa? Apa yang sudah mereka lakukan untuk sesama manusia? Apa yang sudah mereka lakukan untuk bangsa dan negara? Dan akan jadi apa mereka beberapa tahun kedepan? Jangan jangan masih memperbudak diri sendiri, masih membelenggu pola pikirnya sendiri dengan pola pikir budak.
Lalu, orang-orang yang dimikian ini, yang biasanya tuna pendapatan, ketika nanti sudah berumah tangga dan punya anak, kemudian entah wirausaha atau apapun kegiatannya yang menghasilkan uang, akan berpikir lagi, kerja, capek, Cuma diperbudak istri sama anak. Bisa-bisa dirumah kemudian akan mentang-mentang, merasa sudah nyari uang, lalu gantian memperbudak istri dan anaknya.
Budak, Kuli, Jongos atau Kacung, itu hanya pola pikir saja, masalah mental. Selama masih ada mental dan pola pikir kuli dan budak, ya sudah, nyari Firaun saja melamar jadi budaknya.
Salam – Budak Pensiun
zhie.ahmadd