Masuknya PAN ke koalisi Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin sempat memantik isu reshuffle kabinet karena hampir semua partai pengusung sang presiden mendapat posisi penting. Kabar reshuffle kabinet kini diembuskan relawan Jokowi Mania (JoMan).
“Selambat-lambatnya awal Oktober,” kata Ketua JoMan, Immanuel Ebenezer, kepada wartawan, Selasa (7/9/2021).
Noel, sapaannya, mengaku menerima informasi setidaknya ada 4 menteri yang kemungkinan terkena reshuffle. “Kita minta menteri yang dicopot legawa dan ikhlas,” ujarnya.
Tak Ada Pembahasan Reshuffle
Meski PAN telah menjadi bagian dari koalisi, juru bicara Jokowi, Fadjroel Rachman, menyatakan belum ada pembicaraan soal perombakan kabinet (reshuffle).
“Nah tidak ada pembicaraan mengenai reshuffle, tidak ada. Reshuffle itu adalah hak prerogatif Presiden, tapi saya sampai hari mengatakan presiden dan seluruh menteri dalam kabinet Indonesia Maju itu fokus menangani COVID, terutama perlindungan sosial, pemulihan ekonomi, dan kesehatan,” kata Fadjroel.
Dia mengatakan jika ada perombakan kabinet maka akan disampaikan langsung Jokowi. Fadjroel juga mengucapkan selamat datang kepada PAN yang masuk ke dalam koalisi pemerintahan. Dia menambahkan, pada pertemuan Jokowi dengan pimpinan parpol koalisi, termasuk dan PAN di Istana Bogor hanya berfokus pada penanganan COVID-19, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
PAN Tepis Isu Kursi Menteri
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) memastikan tidak ada pembahasan mengenai amandemen UUD 1945 dan kursi menteri atau reshuffle saat dia bertemu dengan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
“Tidak ada yang bahas itu,” kata Zulhas Hasan saat diwawancarai setelah bertakziah ke rumah salah seorang stafnya di Desa Bojong Cideres, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Majalengka, Sabtu (28/8).
Zulhas menjelaskan, saat bertemu dengan Jokowi, dia mengaku diundang untuk berbicara mengenai persoalan yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia, mulai pandemi COVID-19 hingga isu Jakarta yang akan tenggelam.
“Saya kemarin diundang Bapak Presiden untuk mendengarkan apa yang sedang dihadapi bangsa ini, bicara persoalan kebangsaan. Jadi tidak ada bicara koalisi, apalagi reshuffle,” jelasnya.
“Kemudian bicara soal pandemi yang tidak bisa diprediksi, pertumbuhan ekonomi, masalah padatnya Jakarta yang diisukan akan tenggelam dan perlunya ibu kota baru, sistem tata negara kita sulit sekali mengomandoi bupati/gubernur itu tidak mudah. Itu yang dibahas dan saya dimintai pandangannya,” lanjutnya.