Pengamat politik Universitas UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, prihatin dengan psikologi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya.
Menurut Adi Prayitno, sikap Presiden Jokowi dan keluarga saat keluar dari PDIP tidak patut dicontoh.
Karena mencerminkan keburukan dunia politik yaitu memandang segala sesuatu dari sudut pandang untung dan rugi.
Menurut Adi Prayitno, sikap Presiden Jokowi dan keluarga mengingkari kurangnya loyalitas di dunia politik.
“Inilah yang disebut sebagai rendahnya party id, itu ikatan kepartaian yang sangat kuat tidak dimiliki oleh para politisi,” ujarnya dikutip dari KompasTV, Kamis (9/11/2023).
“Jadi bagi para politisi melihat partai itu hanya sebatas kendaraan politik, macam kereta politik yang hanya digunakan untuk kebutuhan elektoral,” imbuh Adi.
“Setelah itu, jika dianggap tidak menguntungkan, maka partai akan ditinggalkan,” lanjutnya.
“Setelah itu mencari tempat lain yang paling memungkinkan untuk menampung kepentingan politiknya,” ucap Adi.
Sejumlah elit pindah di detik-detik pertarungan politik terutama di Pilpres yang akan datang,” katanya lagi.
Menurut Adi, bukan hanya keluarga Jokowi, rata-rata politisi memang menganggap politik berdasarkan untung dan rugi.
“Kalau tidak untung ditinggalkan, kemudian kalau ada sesuatu yang menguntungkan maka dia akan membuat keputusan politik,” ujar Adi.
“Mungkin bagi Gibran, Bobby (Nasution), PDIP sudah terlampau tidak menguntungkan bagi mereka, makanya mencari tempat lain yang mungkin menurut mereka jauh memberikan prospek,” ucapnya.
“Jadi kalkulasi politik bagi sebagian elit didasarkan pada untung dan rugi,” imbuhnya.
Politisi PDIP, Deddy Sitorus mengomentari terkait pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut adanya drama di perpolitikan Indonesia saat memberikan sambutan dalam HUT ke-59 Partai Golkar, Senin (6/11/2023).
Deddy sependapat dengan pernyataan Jokowi tersebut.
Namun, dia menyebut bahwa drama politik itu justru disutradarai oleh Jokowi itu sendiri.
“Ya banyak sekali memang drama-drama korea. Dan itu sutradaranya Pak Presiden,” katanya dalam program On Focus yang ditayangkan di YouTube Tribunnews, Kamis (9/11/2023).
“Kan karena drama yang terjadi itu tidak jauh-jauh dari lingkungan Presiden,” sambung Deddy.
Deddy pun mencontohkan drama politik yang dianggapnya dilakukan oleh Jokowi seperti perpanjangan masa jabatan presiden hingga penundaan Pemilu 2024.
“Kita mulai drama (masa jabatan presiden) dari tiga periode, penundaan Pemilu, drama perpanjangan masa jabatan, lalu drama-drama pencalonan Mas Ganjar oleh Pak Jokowi, lalu ada grasak-grusuk, ada ojo kesusu. Itu kan drama-drama yang terjadi dalam pentas politik kita,” katanya.
“Lalu bagaimana setelah Ganjar ditunjuk oleh PDIP (sebagai capres), dramanya makin kenceng nih. Tiba-tiba Gibran menjadi cawapres, lalu terjadilah keributan Presiden dukung siapa, dan seterusnya,” imbuh Deddy.
Dia menilai puncak drama perpolitikan di Indonesia terjadi ketika gugatan batas usia capres-cawapres dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang berujung pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Lebih lanjut, Deddy juga mengomentari berbeloknya arah anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dengan menjadi cawapres Prabowo Subianto dan menantunya sekaligus Wali Kota Medan, Bobby Nasution mendukung Prabowo.
Menurutnya, secara aturan partai, Gibran dan Bobby sudah otomatis bukan kader dari PDIP.
“Secara de facto, begitu mereka mengambil keputusan berbeda, mereka sudah bukan anggota dari PDI Perjuangan. Tapi kalau persoalan secarik kertas itu (KTA) nanti ada waktunya, kita tidak mau menambah kegaduhan publik dan kita ingin menjaga martabat mereka saja,” tuturnya.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan telah melihat banyak drama ibarat sinetron, alih-alih pertarungan ide dan gagasan yang diutarakan oleh masing-masing peserta jelang Pilpres 2024.
“Yang saya lihat akhir-akhir ini adalah terlalu banyak dramanya, terlalu banyak sinetronnya, sinetron yang kita lihat,” kata Jokowi dalam HUT ke-5 Partai Golkar, Senin (6/11/2023).
“Mestinya kan pertarungan gagasan, pertarungan ide, bukan pertarungan perasaan. Kalau yang terjadi pertarungan perasaan repot semua kita,” sambungnya.
Namun, Jokowi enggan untuk menjelaskan secara detail terkait pernyataan adanya drama politik khususnya jelang Pilpres 2024.
“Tidak usah saya teruskan karena nanti kemana-mana,” ujarnya.
Jokowi mengungkapkan Pilpres 2024 adalah pertarungan biasa dalam negara demokrasi seperti Indonesia.
“Inggat mulai dari sekarang kita pegang betul, nanti jika menang jangan jumawa, jika kalah juga jangan murka,” katanya.
Mantan Wali Kota Solo itu juga mengungkapkan para peserta Pemilu 2024 tetap harus dapat menjamin para pendukungnya kembali rukun usai hajatan lima tahunan ini rampung.
“Ini adalah pertandingan antar anggota keluarga sendiri, antar sesama anak bangsa yang sama-sama ingin membangun negara kita Indonesia,” pungkasnya.
Disarikan Oleh ARS