Civitas Akademika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik politik. Jokowi diminta tidak memanfaatkan lembaga kepresidenan untuk memuaskan kepentingan politik keluarganya dengan memihak pasangan calon presiden dan wakil presiden mana pun pada Pilpres 2024.
Himbauan tersebut disampaikan melalui pernyataan sikap. “Semangat Darurat di Indonesia” juga mencakup sejumlah tuntutan lain kepada Jokowi dan pemerintahannya.
Pernyataan sikap yang dibacakan oleh Rektor UII, Fathul Wahid itu menyoroti perkembangan politik nasional yang dianggap makin mempertontonkan penyalahgunaan kewenangan tanpa malu-malu, dan kekuasaan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara.
“Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran. Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo,” ujar Fathul.
“Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023,” sambungnya.
Belum lagi soal proses pengambilan keputusan tersebut yang sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika, hingga menyebabkan Ketua MK, Anwar Usman diberhentikan.
Civitas akademika UII menilai gejala ini kian jelas ke permukaan saat Jokowi menyebut presiden boleh berkampanye dan berpihak, sehingga menyatakan ketidaknetralan institusi.
“Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu,” bunyi pernyataan sikap itu.
Selain itu, mereka melihat adanya indikasi mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu yang tentunya melanggar hukum sekaligus konstitusi.
“Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi,” kata Fathul.
Maka dari itu, UII pun menyampaikan sejumlah tuntutannya. Pertama, mendesak Jokowi untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan guna memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden.
Presiden harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok.
“Kedua, menuntut Presiden Joko Widodo beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial,” ujar Fathul.
Ketiga, menyerukan agar DPR aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.
“Empat, mendorong calon presiden, calon wakil presiden, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, serta tim kampanye salah satu pasangan calon, untuk mengundurkan diri dari jabatannya, guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara,” katanya.
Selanjutnya, mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat memastikan pemilihan umum berjalan secara jujur, adil, dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.
Terakhir, meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.
Sebelumnya, sejumlah civitas akademika Univesitas Gadjah Mada (UGM) mengkritik Jokowi yang dianggap telah melakukan tindakan-tindakan menyimpang di tengah proses penyelenggaraan negara. Dalam ‘Petisi Bulaksumur’ yang dibacakan, mereka menyatakan telah mencermati dinamika yang terjadi dalam perpolitikan nasional selama beberapa waktu terakhir.
Dengan mengingat dan memperhatikan nilai-nilai Pancasila serta jati diri UGM, mereka menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial oleh sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini dan tingkat.
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” bunyi Petisi Bulaksumur yang dibacakan Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro, di Balairung, Rabu (31/1).
Petisi tersebut dibacakan Koentjoro yang didampingi sejumlah guru besar lain dari UGM serta Ketua BEM KM Gielbran M. Noor dalam acara Mimbar Akademik: Menjaga Demokrasi oleh akademisi UGM.
Adapun beberapa penyimpangan yang disinggung dalam petisi tersebut antara lain soal pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK); keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang bergulir; serta pernyataan kontradiktif Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan.
Disarikan Oleh ARS