Direktur eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menilai Prabowo Subianto bukan sosok yang kesatria setelah menyeruak pisuhan capres nomor urut dua itu soal etik ndasmu.
Ray menyebutkan pisuhan soal etik ndasmu yang disampaikan Prabowo dalam sebuah acara, dialamatkan kepada capres nomor urut satu Anies Baswedan.
“Sikap tidak kesatria. Sebab, membantah pernyataan Anies di luar forum yang disediakan. Dalam hal ini adalah forum debat,” kata eksponen 98 itu kepada awak media, Minggu (17/12).
Diketahui, pisuhan dari Prabowo muncul setelah Anies dalam debat kandidat pilpres 2024 pada Selasa (12/12) kemarin, menanyakan perasaan Prabowo menyikapi putusan MKMK.
Adapun, hakim MKMK dalam vonisnya menyatakan pengadil di MK melanggar etik saat membuat putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Namun, pisuhan muncul bukan dalam momen debat kandidat dan hal itu disampaikan Prabowo pas berbicara di forum internal partai.
Menurut Ray, sikap tidak ksatria makin terasa kental pas Prabowo memilih mengolok-olok urusan etik dan tak membahas isu secara substansial.
“Mengolok-olok personal, bukan argumen, di belakang panggung memperlihatkan sikap tidak kesatria itu,” kata dia.
Ray pun menyayangkan Prabowo, sosok yang disebut-sebut punya peluang menang pilpres 2024 malah berbicara etik ndasmu dengan mudah.
Baca Juga: Menurut Karyono, Begini Makna Ndasmu, Ternyata Sangat Tak Etis
“Tentu sangat disayangkan sikap atau perilaku seperti ini muncul dari seorang calon presiden yang disebut-sebut lembaga survei sebagai calon pemenang bahkan dalam satu putaran,” kata Ray.
Namun, pengamat politik itu mengaku tidak terkejut Prabowo berbicara etik ndasmu, karena sebagian politikus di Indonesia memang tidak memahami atau memandang penting moralitas dalam demokrasi.
“Sebagian politikus kita tidak memahami atau memandang penting moralitas dalam demokrasi. Bagi mereka, hal itu barang asing, ide yang terlalu sulit dipahami,” kata Ray.
Dia mengatakan sebagian politikus melihat demokrasi sebagai seperangkat aturan dan tidak mau memandang sisi moral.
Ray menyebut pihak seperti ini sebagai penganut demokrasi minimalis yang tidak berpikir bagi bangsa, melainkan untuk kepentingan pribadi.
“Mereka yang menganut paham demokrasi minimalis umumnya hanya berpikir tentang dirinya. Apa yang baik baginya, bukan apa yang baik bagi kepentingan publik. Kata publik itu mereka pahami sebatas bagian dari kepentingan mereka itu,” kata dia.
Disarikan Oleh ARS