Faktual.id – Bank dengan slogan Citi never sleeps akhirnya resmi menidurkan untuk selamanya bisnis konsumer mereka di Indonesia. Per 18 November 2023, Citibank mengalihkan bisnis kartu kredit hingga pinjaman tanpa agunan kepada PT UOB Indonesia.
Kebijakan tersebut merupakan turunan dari strategi global untuk menutup bisnis ritel di 13 negara. Keputusan yang diumumkan sejak tahun lalu ini sebenarnya mengejutkan, mengingat kartu kredit Citibank terbilang populer di pasar Indonesia.
Usai penjualan ini, Citi Indonesia ke depannya akan fokus ke bisnis corporate banking dan tetap akan menyalurkan kredit consumer secara tidak langsung.
Citi Indonesia pun melepas bisnis konsumernya di kala mencatatkan kinerja yang baik. Per kuartal III-2023, bank mencatat laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp1,66 triliun pada kuartal III-2023. Jumlah ini naik 45,61% secara tahunan (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama setahun sebelumnya sebesar Rp1,14 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di media massa, Citi Indonesia mencatatkan pendapatan bunga sebesar Rp4,74 triliun pada sembilan bulan pertama tahun ini. Jumlah itu naik 62,32% dari perolehan setahun sebelumnya sebesar Rp2,92 triliun.
Pada fungsi intermediasi, kredit yang diberikan pada sembilan bulan pertama tahun ini sebesar Rp42,84 triliun, naik 11,64% dari setahun sebelumnya sebesar Rp38,37 triliun.
Seiring dengan peningkatan tersebut, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross naik turun menjadi 3,01% pada kuartal III-2023, dari setahun sebelumnya 3,30%. Lain halnya halnya dengan NPL net yang naik menjadi 0,33% dari yang sebelumnya 0,31%.
Direktur Utama UOB Indonesia Hendra Gunawan dalam keterbukaan informasi mengatakan dana yang digelontorkan sebesar Rp1,061,76 miliar atas aset bersih dan premium pada 18 November 2023.
“Citi bangga memiliki sejarah panjang di Indonesia dan kami fokus untuk mengembangkan bisnis institusional Citi di Indonesia, melayani klien di pasar, secara regional dan global melalui jaringan kami untuk mendukung kebutuhan lintas batas,” kata Chief Executive Officer (CEO) Citi Indonesia Batara Sianturi dalam keterangan resminya, Senin (21/11/2023).
CEO Citi Indonesia BataraSianturi mengatakan bahwa perusahaan yang dia pimpin akan fokus pada bisnis institutional banking.
“Kami memasuki fase baru pertumbuhan dan transformasi yang berfokus pada bisnis perbankan institusional kami,” ujarnya.
Saat ini Citibank sudah melayani 90% dari 20 perusahaan terbesar di Indonesia. “Pada tahun lalu kami mengumpulkan dana sebesar lebih dari US$ 10 miliar untuk para klien kami di Indonesia,” kata Batara.
Lantas, bagaimana perjalanan Citibank di Indonesia hingga hengkang dari bisnis ritel?
Kiprah Citibank di Indonesia
Citibank hadir di RI sejak 1968 dengan jumlah karyawan sebanyak 15 orang. Bank asing ini hadir di bawah naungan Citigroup yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS).
Citi Indonesia pun telah menciptakan berbagai terobosan pada industri perbankan Indonesia. Mengutip buku CITI: 50 Years of Dedication for Indonesia, Citi menjadi bank asing pertama yang memperkenalkan mesin ATM di Indonesia pada tahun 1986.
Tiga tahun kemudian, Citi memperkenalkan kartu kredit kepada masyarakat Indonesia. Kartu kredit Citi kemudian menjadi sangat populer. Bahkan ada ucapan, “belum punya kartu kredit Citibank, berarti belum punya kartu kredit”.
Di media sosial Twitter yang kini bernama X, banyak orang yang menanggapi perginya bisnis consumer Citi Indonesia.
“Citibank dulu sangat membantu orang tua dalam pinjaman uang sih,” cuit @yu**_r***** pada 17 November 2023 lalu.
“Ada semacam adagium, kalau udah punya kartu kredit Citibank pasti disetujuin kalau pengajuan kartu kredit lain. Kartu kreditnya kasta tertinggi di dunia kartu kredit,” ujar @Ir**an***** pada tanggal yang sama.
Citi Indonesia memang dulu disegani. Citi dikenal sebagai “tempat sekola” para bankir papan atas saat ini. Banyaknya alumni Citi Indonesia yang kemudian membangun bisnis sendiri atau menduduki posisi penting di lembaga pemerintahan.
Sebut saja Jerry Ng, yang kini merupakan pemilik bank digital PT Bank Jago Tbk. (ARTO), Miming Satyono pendiri Samuel Sekuritas, dan Tigor M. Siahaan yang sekarang Direktur Utama bank digital Superbank.
Alumni Citi juga tersebar di sejumlah jabatan strategis di kementerian, lembaga, dan BUMN. Ada Gita Wirjawan yang merupakan mantan menteri perdagangan RI, Fauzi Ichsan mantan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Ignasius Jonan mantan menteri ESDM, Rini Soemarno eks menteri BUMN, Peter F. Ghonta eks komisaris Garuda Indonesia, Emirsyah Satah mantan direktur utama Garuda Indonesia, dan lainnya.
Saham Ambruk, Tutup Bisnis Ritel di 13 Negara, hingga PHK Massal
Citigroup yang merupakan raksasa perbankan AS, saat ini terus berupaya menyelamatkan perusahaan yang terperosok dalam kemerosotan saham sejak tahun 2008. Citigroup sendiri merupakan bank AS terbesar ketiga berdasarkan aset setelah JPMorgan Chase dan Bank of America.
Citigroup diperdagangkan dengan valuasi terendah di antara bank-bank besar AS lainnya, dan dengan harga sekitar US$41 per saham.
Citigroup sendiri memiliki layanan perbankan ritel domestik yang jauh lebih kecil dibandingkan para pesaingnya. Hal ini menjelaskan mengapa Citigroup mengalami kesulitan di era krisis keuangan pasca tahun 2008.
Meskipun CEO Jane Fraser telah menarik kembali kehadiran Citigroup di 13 negara termasuk Indonesia, tindakan ini belum cukup. Saham Citigroup telah turun sekitar 40% sejak Fraser mengambil alih pada Maret 2021, yang merupakan penurunan terburuk di antara para pesaing bank besarnya.
Strategi global Citigroup itu menetapkan hanya beberapa bisnis consumer dan retail di luar Amerika Utara yang akan tetap beroperasi, antara lain di Hong Kong, Singapura, Inggris, dan Timur Tengah.
Citi kemudian mengumumkan akan menjual bisnis konsumer di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam kepada UOB. Dengan begitu, UOB resmi mencaplok bisnis perbankan konsumer Citigroup yang terdiri dari bisnis portofolio unsecured, dan secured, wealth management dan retail deposit di empat negara ASEAN tersebut.
Keterangan resmi Citi memaparkan secara total, penjualan keempat bisnis konsumen tersebut kepada UOB telah memberikan keuntungan modal sekitar $1,1 miliar (Rp 16,96 triliun). UOB dalam pernyataannya mengatakan keseluruhan akuisisi ini menambah jumlah karyawan UOB sebanyak hampir 5.000 orang.
Selain itu, Citigroup juga terus berupaya melakukan efisiensi dengan melakukan PHK massal. Citigroup dikabarkan akan merumahkan 10% karyawan di sejumlah lini bisnis.
Fraser menyebut perombakan besar-besaran di internal perusahaan akan menimbulkan PHK massal. Pihaknya mengumumkan rencana untuk mengurangi lapisan manajemen dari 13 menjadi delapan saja. Ini menjadi perombakan terbesar Citi dalam beberapa dekade.
Citi juga akan mengurangi 15% peran fungsional dan akan menghilangkan 60 komite. Kemudian, menghilangkan wakil kepala divisi dan peran regional, memotong 50% pelaporan manajemen keuangan internal. Perusahaan juga akan memusatkan pengambilan keputusan. sumber