Tanggal 30 Oktober ternyata merupakan hari bersejarah untuk dunia keuangan Indonesia.Hari ini 74 tahun yang lalu, tepatnya pada 30 Oktober 1946, Indonesia untuk pertama kalinya menerbitkan mata uang resmi, yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI).
Mengutip dari website Kementerian Keuangan, 29 Oktober 2019, penerbitan ORI diumumkan Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 29 Oktober 1946 melalui siaran Radio Rakyat Indonesia (RRI) Yogyakarta.
“Besok, tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi Tanah Air kita. Rakyat kita menghadapi penghidupan baru. Besok mulai beredar Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah,” kata Hatta.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945 menetapkan berlakunya mata uang bersama di wilayah Republik Indonesia (RI), yaitu uang De Javasche Bank, uang Hindia Belanda dan uang Jepang.
Ini merupakan sebuah langkah yang tegas bahwa Indonesia ingin benar-benar merdeka dari penjajahan Belanda dan Jepang.
“Dengan ini tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan Negara,” tegas Hatta dalam pidatonya.
Kemerdekaan ekonomi
Diresmikan dan diberlakukannya ORI bertujuan untuk membangun perekonomian Indonesia yang dipicu oleh keadaan ekonomi dan politik Indonesia yang memburuk pada masa itu.
Dalam pidatonya Hatta dengan tegas menyampaikan niat bangsa Indonesia untuk terlepas dari penjajahan bangsa lain dan memperbaiki perekonomian.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Belanda kembali menyusun rencana untuk menjajah Indonesia lagi. Salah satu caranya adalah dengan menguasai bagian terpenting dari perekonomian, yaitu melalui peredaran uang.
Mengutip dari Harian Kompas, 31 Oktober 1993, Belanda mengedarkan uang NICA (Netherlands Indische Civil Administration) yang dicetak di Australia tahun 1943 bergambar Ratu Wilhelmina.
Uang NICA ini menyulitkan masyarakat yang tinggal di daerah pendudukan seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, Semarang, Palembang, dan Medan. Mereka menerima upah dalam bentuk uang NICA.
Ketidakpercayaan terhadap uang NICA menyebabkan kursnya merosot terhadap mata uang Jepang. Harga-harga barang di daerah pendudukan pun melambung tinggi.
Di daerah ini juga terjadi inflasi tinggi dan diperburuk oleh sulitnya pendistribusian barang dari pedalaman ke daerah pendudukan.
Pencetakan ORI
Masih dari sumber yang sama, dalam situasi keuangan yang kacau itu, pemerintah RI mengeluarkan seri rupiah pertama, yakni ORI, yang mulai diedarkan sejak 23 Oktober 1946 dan disahkan penggunaanya pada 30 Oktober 1946.
Pada 24 Oktober 1945, dijajaki untuk mencetak uang dalam pertemuan yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Mr AA Maramis (Kabinet Pertama RI) di Kementerian Keuangan, Lapangan Banteng.
Dipilihlah Surabaya sebagai tempat percetakan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Uang ini semula akan dikeluarkan pada Januari 1946. Namun, karena terjadi pertempuran dahsyat di Surabaya (10 November 1945), diputuskan Jakarta sebagai tempat percetakan ORI.
Akhirnya, dipilihlah percetakan G Kolf Jakarta yang saat itu dikuasai buruhnya, serta Percetakan Nederlands Indische Metaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) di Kendalpayak, Malang,sebagai pabrik pencetak ori.
Pencetakan uang ini dimaksudkan mematahkan dominasi uang NICA yang semakin menyebar di Indonesia, juga untuk membesarkan hati bangsa Indonesia yang baru merdeka.
Belom lama uang ori dipakai, terjadilah perang uang di daerah-daerah pendudukan, seperti Jakarta, Bogor, Bandung, dan kota-kota besar lain yang diduduki Belanda. Pertarungan kewibawaan dua mata uang dan dua pihak yang saling berbeda kepentingan itu memaksa setiap orang harus memilih: menolak atau menerima uang NICA ataupun uang ORI.
Ditekan Belanda
Pada awal penerbitan ORI kuat dan memiliki kurs terhadap NICA sebesar 1:2 sampai 1:5 karena barang keperluan sehari-hari dihasilkan di luar daerah pendudukan.
Belanda terus melakukan aksi perusakan ekonomi Indonesia, antara lain dengan melanjutkan blokade dan memutus komunikasi antara pusat dengan daerah.Tekanan Belanda sedemikian rupa sehingga pemusatan pencetakan uang tidak bisa dilakukan.
Bahkan, mulai tahun 1947 pemerintah terpaksa memberikan otoritas kepada daerah-daerah tertentu untuk mengeluarkan uangnya sendiri yang disebut Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).
Uang tersebut bersifat sementara dan kebanyakan dinyatakan oleh penguasa setempat sebagai alat pembayaran yang hanya berlaku di tempat tertentu. Contohnya, ORIDABS-Banten, ORIPS-Sumatera, ORITA-Tapanuli, ORIPSU-Sumatera Utara, ORIBA-Banda Aceh, ORIN-Kabupaten Nias dan ORIAB-Kabupaten Labuhan Batu. Jenis ORIDA tersebut berupa bon, Surat Tanda Penerimaan Uang, Tanda Pembayaran Yang Sah dan ORIDA dalam bentuk Mandat.
“Tulisan ini adalah bagian dari tugas dan pembelajaran kelas Manajemen Media Digital. Apabila ada kesalahan atau kekurangan mohon dimaafkan” – Diah Vanda Ningsih MMD6