Silat-silat nasional yang semakin membooming berpengaruh juga terhadap kesenian Jakarta, khususnya silat Betawi (palang pintu) oleh karna itu penulis ingin mengangkat kebudayaan silat Betawi (palang pintu).
Palang Pintu merupakan tradisi yang menjadi bagian dari upacara pernikahan masyarakat Betawi. Palang pintu menggabungkan seni beladiri dengan seni sastra pantun.
Dalam tradisi ini, jawara yang bertindak sebagai perwakilan mempelai laki-laki dan perempuan akan saling menunjukan kemampuan memperagakan gerakan silat dan melontarkan pantun satu sama lain.
Setelah menunjukkan beberapa gerakan silat dan saling berbalas pantun, baru rombongan mempelai pria bisa masuk ke area rumah mempelai perempuan untuk melanjutkan prosesi pernikahan.
Tradisi palang pintu menyimbolkan ujian yang harus dilalui mempelai laki-laki untuk meminang pihak perempuan. Jawara dari daerah asal laki-laki harus bisa mengalahkan jawara yang berasal dari daerah tempat tinggal perempuan.
Hal ini sesuai dengan pelaksanaannya di mana rombongan mempelai laki-laki harus melewati hadangan tantangan yang diberikan oleh pihak perempuan. Sementara itu, berbalas pantun dimaknai sebagai manifestasi dari diplomasi.
Palang Pintu juga berfungsi untuk mendekatan hubungan antarkampung dan antarkeluarga. Semakin berkembangnya waktu, silat Betawi (palang pintu) semakin hilang dimakan jaman.
Penyebab hilangnya kelestarian budaya Betawi ini dikarenakan budaya barat terlalu lebih populer di Indonesia ada pun juga beladiri dari negara sakura ini lebih dikenal dikalangan di masyarakat modern di banding silat-silat Betawi (palang pintu).
Dalam menjalankan proses pernikahan adat istiadat Betawi ini bukan hanya palang pintu, tetapi banyak hal seperti :
1. Kembang Kelape, budaya Betawi memiliki makna, kembang kelape sebagai simbol orang Betawi yang bekerja keras memberikan usahanya untuk kebermanfaatan dan kesejahteraan masyarakat.Warna-warni kembang kelape sendiri dilihat sebagai simbol dari masyarakat Betawi yang terbuka dan menghargai perbedaan.
2. Roti buaya, Suku Betawi percaya bahwa buaya hanya kawin sekali dengan pasangannya; karena itu roti ini dipercaya melambangkan kesetiaan dalam perkawinan.Pada saat pernikahan, roti diletakkan di sisi mempelai perempuan dan para tamu kondisi roti ini melambangkan karakter dan sifat mempelai laki-laki.Buaya secara tradisional dianggap bersifat sabar (dalam menunggu mangsa).Selain kesetiaan, buaya juga melambangkan kemapanan.
3. Sike, menurut istilah para budayawan Betawi syarat pertama jika ingin meminang suku Betawi itu harus mempunya beladiri (palang pintu) dan syarat yang kedua sike (pandai mengaji) setelah adat palang pintu selesai sike tersebut membacakan sholawat untuk memaknai bahwa para suku adat Betawi tidak cukup untuk mengejar dunia tapi harus di seimbangkan dengan akhirat Ke Ciawi beli puun beringin
Ke Cipete lewat Semanggi
Ini budaye Betawi kudu kite kembangin
Kalo bukan kite, siape lagi?
Penulis : Roby Farhan