Direktur PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati buka suara soal kontrak impor gas alam cair (LNG) asal Republik Mozambik.
Kontrak itu sebelumnya disebut ‘janggal’ oleh Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kejanggalan berbentuk ketidakwajaran kontrak pembelian jangka panjang LNG.
Karena kejanggalan tersebut, kontrak saat ini tengah diaudit secara internal.
Nicke mengatakan kontrak impor LNG tersebut sebenarnya tidak baru. Kontrak sudah diteken 2019 dan sudah mulai dinegosiasikan Pertamina dan Mozambique LNG 1 pada 2013 lalu.
Dalam negosiasi kedua belah pihak membahas potensi suplai LNG dari Mozambik. Setelah proses selesai, pihaknya sepakat menandatangani Head of Agreement (HoA) pada 8 Agustus 2014.
Isi kesepakatan, Pertamina akan membeli LNG dari Mozambique sebanyak 1 MTPA selama 20 tahun. Tapi, karena perubahan kondisi pasar, pihaknya melakukan renegosiasi pada 2017 dengan adendum perjanjian jual beli (SPA).
Rencananya, Pertamina akan membeli LNG dari Mozambique LNG1 Company Pte Ltd yang merupakan entitas penjual gas produksi anak usaha Anadarko Petroleum Corporation, Mozambique Area 1.
SPA terkait kerja sama tersebut selesai pada 2018 dan ditandatangani kedua perusahaan pada 2019. Namun, Anadarko sendiri telah melepas 26,5 persen porsi hak partisipasi (participating interest) di Mozambique LNG kepada Total pada September 2019 lalu.
“Secara garis besar kontrak 1 juta ton per tahun itu setara 17 kargo selama 20 tahun. Ini mulai dikirim 2025,” ucap Nicke dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Selasa (9/2).
Nicke menjelaskan kontrak jangka panjang ini menggunakan perhitungan neraca gas 2018. Namun, Pertamina berencana mengkaji ulang negosiasi kontrak impor LNG dari Mozambik tersebut karena neraca gas saat ini berbeda dengan 2018 lalu.
“Dasar perencanaan Pertamina mengacu ke neraca gas nasional karena dilihat ada kekurangan pada 2025 maka dilakukan aksi korporasi,” kata Nicke.
Ia juga membantah ada gugatan dari Mozambik terkait kontrak impor LNG tersebut. Menurutnya, kontrak itu belum berjalan, sehingga masih bisa dikaji ulang.
“Gugatan tidak ada karena efektif 2025. Hari ini kami kaji suplai dan permintaan gas keseluruhan karena prinsip hati-hati. Perencanaan suplai gas neracanya kan berbeda pasca covid-19,” jelas Nicke.