Amerika Serikat (AS) dan Inggris kembali menambah tekanan internasional terhadap junta militer Myanmar. Kali ini kedua negara kompak memasukkan memberi ‘bom’ baru alias sanksi ke bisnis raksasa yang dikendalikan jenderal ke daftar hitam (blacklist).
Pada Kamis (25/3/2021), Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi baru yang menargetkan Myanmar Economic Holdings Public Company Limited dan Myanmar Economic Corporation Limited. Keduanya adalah bagian dari jaringan luas yang dikendalikan militer, mencakup berbagai sektor mulai dari pertambangan hingga pariwisata, yang dianggap telah memperkaya para jenderal.
“Mereka tidak ditujukan pada orang-orang Burma (Myanmar).”
Berkoordinasi dengan AS, Inggris mengatakan juga akan menargetkan Myanmar Economic Holdings Ltd. Alasannya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga sipil.
Ini juga karena hubungan perusahaan dengan tokoh militer senior. Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan sanksi itu akan membantu menguras sumber keuangan untuk kampanye penindasan militer.
AS sebelumnya telah “menghantam” individu yang terkait dengan kudeta, termasuk pemimpin junta dan komandan militer Jenderal Min Aung Hlaing. Ia sudah masuk daftar hitam karena masalah HAM.
Sementara pada Senin lalu, Uni Eropa mengumumkan sanksi pada 11 orang. Segera, kawasa ini akan menargetkan konglomerasi di Myanmar.
Saat sanksi baru dijatuhkan oleh pihak internasional, kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mencatat sembilan kematian pengunjuk rasa di tangan pasukan keamanan Kamis. Ini menambah jumlah korban tewas menjadi 293 orang tewas.
Kematian terjadi di di kota Thingangyun Yangon, kota Khin-U di Wilayah Sagaing, kota Mohnyin di Negara Bagian Kachin, dan Kota Taunggyi di Negara Bagian Shan. Outlet media lain melaporkan setidaknya tujuh pengunjuk rasa terluka ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan di berbagai tempat.
Myanmar diguncang oleh protes hampir setiap hari sejak militer mengkudeta pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Suu Kyi dan anggota Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) lainnya juga ditahan oleh junta militer.