Perjalanan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, hingga menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada pemilu 2024 terus menyedot perhatian.
Sekarang ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Panitia Pemilihan Umum (DKPP) menjatuhkan sanksi kepada Ketua Panitia Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari setelah terbukti melanggar etika dengan menerima jabatan tanda tangan Gibran sebagai calon wakil presiden.
Dengan demikian, Gibran dalam perjalanannya menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto telah membuat dua ketua lembaga negara, termasuk Mahkamah Konstitusi (MK) diputuskan melanggar kode etik.
Anwar Usman dan Gugatan Batas Usia
Menjelang akhir 2023, publik dikejutkan dengan putusan MK yang mengabulkan putusan soal batas usia capres-cawapres bisa di bawah 40 tahun dengan syarat memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau penyelenggara negara.
Alhasil, putusan 90/PUU-XXI/2023 terhadap pasal 169 huruf q Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) itu telah membuka peluang Gibran menjadi cawapres dalam kontestasi Pemilu 2024.
Kemudian, putusan tersebut telah sosok Almas Tsaqibbiru. Dia merupakan pemohon gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023. Melalui kuasa hukumnya, Almas mengaku mengagumi sosok Gibran yang berhasil menjabat sebagai Wali Kota Solo di usia muda.
Dia menilai keberhasilan Gibran untuk ikut dalam Pilpres 2024, apabila dicalonkan, hanya sekadar pintu masuk untuk anak muda lainnya.
Selain pemohon, publik juga menyoroti Anwar Usman selaku ketua MK dan juga menjadi sosok yang membacakan amar putusan perkara 90/PUU-XXI/2023.
Hanya saja, Anwar Usman harus ‘membayar mahal’ terkait putusan tersebut. Sebab, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Anwar dinyatakan melanggar kode etik MK pada (7/11/2023).
Anwar disebut terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak dalam proses pengambilan keputusan batas usia capres dan cawapres. Anwar Usman juga seharusnya tidak berhak melibatkan diri dalam perkara yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan.
Hasilnya, MKMK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie memutuskan Anwar diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua MKMK.
Di sisi lain, pada awal 2024, publik kembali dikejutkan dengan gugatan wanprestasi yang diajukan oleh Almas terhadap Gibran Rakabuming Raka. Perlu diketahui, gugatan wanprestasi pada intinya berkaitan soal janji yang dilakukan kedua belah pihak.
Dalam catatan Bisnis, Almas mengaku gugatan tersebut ditujukan menuntut apresiasi dari Gibran bahwa keputusan MK sebelumnya telah memberikan kesempatan kepada Gibran untuk mencalonkan diri sebagai cawapres.
Ketua KPU Disanksi Keras DKPP
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari soal menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang yang berlangsung di di Kantor DKPP RI, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024).
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan,” ujar Heddy.
Selain Hasyim, dalam putusan yang sama enam anggota KPU yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap turut diberi peringatan.
Sebagai informasi, DKPP RI memberi putusan terhadap empat perkara sidang uakni 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023.
Pada intinya, Ketua KPU dan anggotannya diduga melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. D
alam persidangan sebelumnya, saksi ahli Ratno Lukito menilai Ketua KPU Cs telah melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan (UU 12/2011) dalam menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menyebut usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden minimal 40 tahun atau sedang/pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu, termasuk Pilkada.
Padahal, kata Ratno dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU 12/2011 menyebut bahwa putusan MK harus ditindaklanjuti oleh DPR dan Pemerintah, masing-masing melalui legislative review dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Dalam hal ini, Hasyim Cs malah menerima pendaftaran Gibran sebagai bakal Cawapres pada 25 Oktober 2023 tanpa terlebih dahulu melalui revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU 7/2017) atau tanpa adanya penerbitan Perppu oleh Pemerintah.
Ratno juga menambahkan, teradu juga belum mengubah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (PKPU 19/2023) saat menerima pendaftaran Gibran.
Disarikan Oleh ARS