Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penyidikan Setya Novanto dalam kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) telah memenuhi unsur-unsur yang merupakan tindak pidana.
Menurut Usman, tindakan Jokowi memiliki tanda-tanda pidana berupa menghalangi penyidikan kasus korupsi atau menghalangi keadilan agar DPR dapat menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukan tindakan tersebut untuk menggulingkan presiden ketujuh RI tersebut.
“Konsekuensinya, ya kalau itu mengandung kejahatan seorang presiden bisa dipenjara. Bisa diproses hukum sampai masuk penjara,” ujar Usman pada Senin (4/12/2023).
Kalaupun perbuatan Jokowi itu dianggap sebagai kesalahan karena penyalahgunaan politik, Usman menyebut hal itu tetap bisa mengarah pada pemakzulan atau impeachment.
Dosen di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu menegaskan presiden tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan.
“Ia dimakzulkan karena telah melakukan perbuatan tercela, penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran konstitusi,” imbuh Usman.
Lebih lanjut Usman mengatakan semestinya DPR menggunakan hak interpelasi untuk mengetahui kebenaran pengakuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Agus Rahardjo soal Jokowi pernah meminta penghentian penyidikan terhadap Setnov dalam kasus rasuah kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Jika interpelasi itu tidak digubris, DPR masih punya hak angket untuk melakukan penyelidikan.
“Kalau hak bertanya itu tidak dijawab dengan benar, DPR secara konstitusional berhak untuk mengajukan hak angket, kemudian menggelar forum permusyawaratan hingga tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menimbang pemakzulan,” tutur Usman.
Mantan koordinator Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu berpendapat dugaan tentang Presiden Jokowi menyalahgunakan kekuasaan merupakan hal serius.
“Jadi, ini saya kira satu kirisis yang besar yang dialami oleh Indonesia,” tuturnya.
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam wawancara khusus program Rosi di Kompas TV pada Kamis malam (30/11/2023) mengaku pernah dipanggil oleh Presiden Jokowi gara-gara menjerat Setnov sebagai tersangka rasuah e-KTP. K
PK menyidik kasus itu pada 2017 atau saat politikus Golkar tersebut masih menjabat ketua DPR. Menurut Agus, Presiden Ketujuh RI itu menginginkan penyidikan kasus yang mendera Setnov dihentikan.
“Presiden sudah marah,” kata Agus di acara yang dipandu pewara Rosiana Silalahi itu.
“Beliau (Jokowi, red) sudah teriak ‘hentikan!’” imbuh Agus.
Namun, Presiden Jokowi pun “bereaksi soal pengakuan Agus yang kini ramai di media itu.
Disarikan Oleh ARS