Pergantian Presiden Amerika Serikat (AS) dari Donald Trump ke Joe Biden belum berdampak signifikan pada menurunnya ketegangan kedua negara. Bahkan ketegangan masih berlanjut hingga kini.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengeluarkan teguran keras atas langkah koersif China. Bahkan mendesak sekutu NATO (The North Atlantic Treaty Organization/Pakta Pertahanan Atlantik Utara) turun bekerja sama untuk menekan Negeri Tirai Bambu.
Blinken mengatakan masih ada ruang untuk bekerja sama dengan China seperti perubahan iklim dan keamanan kesehatan. Tetapi, ia tegas menyerukan NATO untuk berdiri bersama AS ketika China mulai bersifat memaksa.
“Kami (AS) tahu bahwa sekutu kami memiliki hubungan kompleks dengan China yang tidak selalu selaras dengan kami. Tapi kita perlu menghadapi tantangan ini bersama-sama. Itu berarti bekerja dengan sekutu kami untuk menutup celah di area seperti teknologi dan infrastruktur, di mana Beijing mengeksploitasi untuk memberikan tekanan koersif,” jelas Blinken.
“Ketika salah satu dari kita dipaksa, kita harus menanggapi sebagai sekutu dan bekerja sama untuk mengurangi kerentanan, dengan memastikan bahwa ekonomi kita lebih terintegrasi satu sama lain.”
Blinken pun menyebut militerisasi China terjadi di banyak area. Salah satunya di Laut China Selatan. Ia menyebut Negeri Xi jinping menggunakan konsep ekonomi predator, pencurian kekayaan intelektual, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pernyataan Blinken ini dipandang sebagai eskalasi baru dari ketegangan kedua negara. AS semakin berani mencari sekutu untuk menyerang China. Sebelumnya, AS, bersama Inggris, Kanada dan Uni Eropa (UE), juga kompak menjatuhkan sanksi baru ke China.
 Sanksi yang terkoordinasi ini diberikan Barat atas klaim pelanggaran HAM di Xijiang, soal minoritas Muslim Uighur. Empat pejabat China, termasuk direktur keamanan tinggi dan satu entitas.
Sejak Biden berkuasa 20 Januari lalu, AS pun masih melanjutkan aliansi membendung China yang dibuat di Asia, Quad. Pada Februari lalu, AS bahkan memperbarui Quad dengan India, Jepang, dan Australia.
Aliansi Quad ini sebelumnya digagas oleh Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe pada 2007. Fungsi dari aliansi itu adalah membendung kebangkitan pengaruh China di kawasan Asia Pasifik.
Ketiga negara anggota Quad sendiri memiliki hubungan yang kurang baik dengan China. Jepang dan India terjebak kisruh area perbatasan sedangkan Australia baru-baru ini diberondong sanksi dagang oleh China.
China Merapat ke Arab
Melihat hal ini, China juga tak tinggal diam. China melipir ke Arab Saudi saat negara tersebut bersitegang dengan AS, karena sejumlah kasus HAM Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS).
Menteri Luar Negeri China Wang Yi pada Rabu (24/3/2021) meluncurkan lima poin inisiatif untuk keamanan dan stabilitas di Timur Tengah. Dalam kunjungannya ke Negeri Raja Salman, Wang Yi mengatakan bahwa China menyerukan saling menghormati di antara negara-negara Timur Tengah.
Wang Yi juga menekankan pentingnya mendukung upaya negara-negara kawasan terkait arsip Suriah dan Yaman. Menteri China juga membahas masalah Palestina dan Israel, dan menyerukan solusi dua negara, menekankan bahwa negaranya akan mengirim undangan kepada tokoh Palestina dan Israel untuk berdialog di Beijing.
Dia juga menekankan bahwa China menyerukan non-proliferasi senjata nuklir di Timur Tengah. Hal ini dianggap sebagai manuver yang dilakukan Beijing di Timur Tengah.