Perekonomian Singapura sudah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, tetapi mata uangnya ternyata masih kalah ketimbang rupiah pada pekan lalu.
Melansir data Refinitiv, dolar Singapura melemah 0,15% ke Rp 10.713,76/SG$ di pasar spot. Sementara sepanjang pekan lalu Mata Uang Negeri Merlion ini melemah 0,21%, padahal data ekonomi terbaru menunjukkan kemungkinan Singapura lepas dari resesi di kuartal I-2021.
Sementara jika dibandingkan dengan Februari 2020, ekspor non-minyak naik 4,2%, dan sudah naik dalam 3 bulan beruntun.
Bank ING menyebut data ekspor mengkonfirmasi perekonomian Singapura mengawali tahun 2021 dengan cukup kuat, dan PDB akan tumbuh positif di kuartal I. ING merevisi proyeksi PDB periode Januari-Maret menjadi tumbuh 0,2%, dari proyeksi sebelumnya kontraksi 2,7%.Singapura merupakan negara yang mengandalkan ekspor guna memutar roda perekonomiannya. Pada 2019, rasio ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura adalah 104,91%. Singapura menjadi negara dengan rasio ekspor terhadap PDB terbesar di dunia. Artinya, ketika ekspornya mulai pulih, maka pertumbuhan ekonomi juga akan bangkit.
Sementara sepanjang tahun 2021, ING memprediksi PDB Singapura akan tumbuh 5,2%.
“Untuk kuartal I-2021, kami di Kementerian Keuangan memperkirakan dalam kisaran -1% yang terdalam hingga -0,1%. Kita berharap di zona netral, mendekati -0,1%,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Maret 2021, Selasa (23/3/2021).Sebaliknya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pada pekan lalu mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 masih tumbuh negatif alias terkontraksi. Artinya, Indonesia masih mengalami resesi.
Jika Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kembali minus, maka kontraksi ekonomi akan terjadi selama empat kuartal beruntun.
Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB mengalami kontraksi dua kuartal beruntun secara year-on-year.
Meski kondisinya berbeda, tetapi nyatanya dolar Singapura masih menguat melawan rupiah.