Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diduga menghapus program normalisasi sungai dalam draf perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Normalisasi sebelumnya tercantum dalam RPJMD sebagai salah satu program pengendali banjir.
Dalam draf perubahan RPJMD di halaman IX-105, program normalisasi sungai itu dihapus dan diganti program naturalisasi sungai.
“Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi dampak daya rusak air adalah melalui pembangunan dan revitalisasi prasarana sumber daya air dengan konsep naturalisasi,” demikian mengutip draft perubahan RPJMD 2017-2022.
Dalam draf itu dijelaskan Naturalisasi merupakan cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau dengan memperhatikan kapasitas penampungan, fungsi pengendalian banjir dan konservasi.
Salah satu alasan Anies memilih naturalisasi ketimbang normalisasi karena normalisasi mensyaratkan penggusuran rumah warga di bantaran sungai yang ditentang oleh Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Walaupun demikian, Pemprov DKI mengatakan pihaknya tak menghapus program normalisasi. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi DKI Jakarta Atika Nur Rahmania menuturkan kegiatan normalisasi masih dilakukan.
“Kegiatan normalisasi sungai masih tetap dijalankan sebagai bagian yang terintegrasi dalam upaya pengendalian banjir di Jakarta dan tidak dihapus dari Perubahan RPJMD 2017-2022,” kata Atika dalam surat hak jawabnya yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (11/2).
Mengenal istilah normalisasi sungai
Melihat ke belakang, upaya normalisasi sungai-sungai di Jakarta itu sempat masuk dalam program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) yang sudah dicanangkan dari era gubernur DKI Sutiyoso. JEDI diinisiasi pascabanjir besar yang melanda Jakarta tahun 2007. JEDI bertujuan merehabilitasi kondisi sungai di Jakarta yang menjadi pengendali banjir, di antaranya normalisasi dan pengerukan 13 sungai yang melintasi Jakarta.
Normalisasi sungai di DKI itu kemudian dieksekusi di era Jokowi-Ahok dengan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.
Normalisasi dilakukan dengan pengerukan sungai untuk memperlebar dan memperdalam, pemasangan sheetpile atau batu kali untuk pengerasan dinding sungai, pembangunan sodetan, hingga pembangunan tanggul.
Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) pun memulai proyek tersebut sejak 2013 dengan target normalisasi 33 kilometer. Namun normalisasi terhenti saat baru tercapai 16 kilometer pada 2018.
Alasannya, Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies tak melakukan pembebasan lahan guna normalisasi. Anies, sejak kampanye Pilgub DKI 2017, memang lebih sering mengenalkan pendekatan naturalisasi dibanding normalisasi dalam mengatasi banjir.
“Aduh soal kata-kata begitu Pak Gubernur sekarang lebih pintar dari saya,” kata Ahok, April 2019 lalu.
Saat Anies menjabat, baik Jokowi maupun Ahok sempat memberikan tanggapan ihwal proyek normalisasi maupun naturalisasi. Ahok sendiri berpendapat Anies jauh lebih pintar ketimbang dirinya dalam memilah kata-kata terkait normalisasi dan naturalisasi.
Sementar itu Jokowi mengingatkan bahwa sungai di Jakarta bukan hanya Ciliwung, tetapi juga terdapat Sungai Pesanggrahan, Cipinang, Buaran, Mookervaart, dan 14 sungai lainnya. Menurutnya, perlu penormalan kembali terhadap seluruh aliran sungai di Jakarta.
“Semuanya saya kira perlu dilakukan penormalan kembali, sehingga aliran air yang ada di Jakarta bisa kembali normal,” tuturnya.
Menjawab hal itu, Anies kala itu menyebut bakal saling berkoordinasi dengan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPRU), dalam melakukan normalisasi dan naturalisasi sungai guna mengantisipasi banjir. Komunikasi intensif akan dilakukan.
“Kami support dan kita komunikasi intensif. Kemarin pagi pertemuan tim kita dengan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC),” kata Anies.
Anies menjanjikan Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian PUPR akan saling membantu. Pemprov DKI membantu proyek normalisasi pemerintah pusat. Sebaliknya, Kementerian PUPR juga akan membantu proyek naturalisasi ala Pemprov DKI.