Muhammadiyah menanggapi pernyataan Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman yang menyebut bahwa semua agama benar di mata Tuhan. Muhammadiyah menilai pernyataan Letjen Dudung perlu diperbaiki.
“Mungkin maksudnya baik itu ya ingin mengajarkan sikap toleransi kepada ada aparat, jajaran, cuma pernyataannya beliau perlu diperbaiki,” ujar Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad kepada wartawan, Rabu (15/9/2021).
“Mungkin semua agama benar menurut kepercayaan masing-masing, penganut masing-masing, yang bagus sih (pernyataan) begitu. Kalau Tuhan kan tuhannya berbeda-beda,” lanjutnya.
Dadang juga merespons pernyataan Dudung yang meminta jajarannya tak fanatik agama. Justru Dadang menyebut kefanatikan dalam agama itu perlu, tapi mesti didampingi dengan toleransi.
“Kalau fanatik sih boleh, agama kan memang harus fanatik cuma penuh kasih sayang kepada orang lain, menghormati orang lain, kalau beragama harus fanatik, tidak merendahkan, tidak melecehkan, tidak menyebabkan orang terhina, oleh kita ya toleransi,” terangnya.
Sebelumnya, pernyataan Letjen Dudung itu disampaikan saat mengunjungi Batalion Zipur 9 Kostrad, Ujungberung, Bandung, Jawa Barat. Senin (13/9). Dudung mengunjungi Batalyon Zipur 9 Kostrad bersama Ketua Persit KCK Gabungan Kostrad Rahma Dudung Abdurachman.
Dudung mulanya meminta prajurit TNI AD bijak dalam bermedia sosial. Dia meminta mereka menghindari sikap fanatisme yang berlebihan terhadap agama. Sebab, menurutnya, semua agama sama di mata Tuhan Yang Maha Esa.
“Bijaklah dalam bermain media sosial sesuai dengan aturan yang berlaku bagi prajurit. Hindari fanatik yang berlebihan terhadap suatu agama. Karena semua agama itu benar di mata Tuhan,” kata Dudung, dikutip detikcom dari keterangan pers Penerangan Kostrad, Selasa (14/9).
Dudung Didukung Menag dan BPIP
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas turut angkat bicara perihal ini. Ia sepakat dengan Letjen Dudung.
“Semua yang berlebihan kan tidak baik,” kata Yaqut.
Fanatisme terhadap agama perlu diarahkan ke diri sendiri, bukan terhadap orang lain. Arah fanatisme ke dalam diri bisa menjadikan seseorang erat memegang keyakinannya. Namun, fanatisme tidak perlu diarahkan untuk orang lain yang berbeda keyakinan.
“Fanatik itu seharusnya untuk diri sendiri dan lemah lembut kepada orang lain, bahkan kepada yang berbeda keyakinan. Jangan dibalik, fanatik apalagi yang berlebihan diberlakukan untuk orang lain, sementara untuk diri sendiri malah lunak,” tutur Yaqut.
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menilai sikap inklusif seperti Dudung ini perlu dimiliki pemimpin Indonesia di berbagai level.
“Pemimpin Indonesia harus seperti itu,” kata Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo.
Dia menilai Dudung punya sikap inklusif. Menurut Benny, istilah ‘inklusif’ melampaui kata ‘toleransi’. Dalam beragama, semua warga Indonesia harus menghargai perbedaan karena warga Indonesia bersaudara.
“Dudung hanya menyatakan bahwa beragama di Indonesia harus inklusif, meski beda keyakinan tapi kita bisa hidup bersama. Ini sejalan dengan yang selalu dikatakan Menteri Agama, yakni soal moderasi beragama di Indonesia,” kata Benny.