Faktual.id
RAGAM INFO

Penerapan PSBB Berkali-kali, Masyarakat Tetap Acuh Pada Pandemi

Seperti yang kita ketahui, sudah berbulan-bulan kita hidup berdampingan dengan wabah Virus Corona ini. Jumlah kasus terinfeksi virus corona pun tiap hari mengalami kenaikan yang signifikan.

Berangkat dari hal tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menginstruksikan masyarakat untuk mematuhi protokol-protokol kesehatan, salah satunya dengan karantina mandiri dan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) sebagai strategi guna mencegah penyebaran virus corona penyebab Covid-19.

PSBB ini adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi virus corona untuk mencegah kemungkinan penyebaran makin meluas. Sejumlah kegiatan yang melibatkan publik dibatasi, seperti perkantoran atau instansi diliburkan, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan transportasi umum. Contohnya, mencegah munculnya kerumunan dan berbagai aktivitas publik yang berpotensi menjadi medium penularan Covid-19.

Namun, seiring berjalannya waktu, adanya protokol ini tidak lagi ampuh untuk membuat masyarakat menjadi patuh pada aturan kesehatan. Bahkan, mereka pun sampai mudik ke kampung halaman, meski pemerintah telah menyuarakan agar tidak mudik demi menghentikan rantai penularan virus.

Menurut saya masyarakat menjadi tak acuh kepada aturan PSBB karena beberapa hal. Yang pertama, mungkin karena karakter masyarakat Indonesia yang “sangat permisif terhadap aturan”. Dalam kondisi normal pun, masyarakat Indonesia ia sebut kerap melanggar aturan. Seperti misalnya, mengenderai motor tidak menggunakan helm, atau sesederhana membuang sampah sembarangan. Karakter ini begitu kuat sehingga akan “kelihatan muncul di masa-masa darurat sekalipun”.

Yang kedua, tradisi seperti menjelang hari-hari besar seperti perayaan hari raya idul fitri dan perayaan tahun baru, dengan ritual membeli pakaian baru, membeli makan dan minuman untuk suguhan di hari raya dan membeli petasan di perayaan tahun baru menurut saya membuat warga menjadi rela berkompromi terhadap aturan, gravitasi tradisi tadi begitu kuat. sampai masyarakat lupa bahwa sekarang ini bukan masa normal,
Yang ketiga, tuntutan hidup. Banyak para pekerja lapangan yang mau tidak mau harus tetap turun ke lapangan untuk mencari pundi-pundi uang untuk melanjutkan kehidupannya. Ada beberapa teman saya yang menjadi grab atau kurir ekspedisi yang sebenarnya merasa takut karena terpapar virus corona tapi harus tetap kerja, “kalau gak kerja mau makan gimana” ucap salah satu teman saya.
Yang terakhir menurut saya penyebab lain dari perilaku masyarakat yang acuh atau tidak patuh yaitu karena mereka jenuh dengan pola yang sama dan merasa sudah mengerti. Kegentingan akan semakin berkurang, karena mereka sudah mengerti kalau tidak boleh berkumpul, jadi mereka berani keluar rumah karena menurutnya yang penting tidak berkerumun dan tetap menjaga jarak.

Penulis : Helmilia Putri Adelita, Mahasiswa STISIP WIDURI

Related posts

Ini Cara Ghisca Debora Tipu Tiket Konser Coldplay 15 Miliar, Uang Dipindahkan ke Luar Negeri

Tim Kontributor

Presiden Mengatakan Semua Berhak Mendapatkan Perlindungan Yang Sama

Tim Kontributor

Demi Selamatkan Negara, Ini Alasan Moeldoko Jadi Ketua Umum Partai Demokrat

Tim Kontributor

Leave a Comment