Khofifah Indar Parawansa diminta menonaktif jabatannya sebagai Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama atau Muslimat NU setelah secara resmi bergabung dengan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf dalam keterangannya di Jakarta, 18 Januari 2024.
“Kalau sekarang beliau mengumumkan bahwa beliau menjadi juru kampanye, nah kita lihat kalau sudah resmi masuk di dalam tim kampanye, ya, beliau harus non-aktif dari jabatannya sebagai Ketua Umum Muslimat NU,” kata Gus Yahya.
Sebelumnya, Khofifah telah secara resmi menyatakan dukungannya pada pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Gus Yahya mengatakan bahwa tidak hanya Khofifah, tetapi juga para ketua cabang dan wilayah yang terlibat dalam pencalonan legislatif perlu mengundurkan diri dari jabatannya dan harus digantikan oleh orang lain.
Lantas bagaimanakah sejarah organisasi yang telah dipimpin Khofifah sejak 2000 itu?
Sejarah Muslimat NU
Muslimat Nahdlatul Ulama atau Muslimat NU didirikan pada 29 Maret 1946 di Purwokerto sebagai Badan Otonom dari Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Gagasan pembentukan Muslimat NU muncul pada Muktamar NU ke-13 di Menes, Banten, pada tahun 1938.
Dua tokoh utama, Ny R Djuaesih dan Ny Siti Sarah, mewakili jamaah perempuan dan dengan penuh keyakinan menyuarakan urgensi kebangkitan perempuan dalam konteks organisasi, seiring dengan kaum laki-laki.
Dikutip dari MuslimatNU.or.id, Ny R Djuaesih menjadi perempuan pertama yang berbicara di forum resmi organisasi NU. Hal ini menggambarkan tekadnya dalam membuka ruang partisipasi perempuan dalam penentuan kebijakan.
Pada 29 Maret 1946, keinginan jamaah wanita NU untuk berorganisasi diterima oleh utusan Muktamar NU ke-16 di Purwokerto. Terbentuklah lembaga organik bidang wanita yang dikenal sebagai Nahdlatoel Oelama Moeslimat (NOM), yang lebih populer dengan nama Muslimat NU. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan sejarah dan relevansi terhadap kebutuhan saat itu.
Kegiatan dan Peran Muslimat NU
Sebagai organisasi sosial keagamaan, Muslimat NU memiliki visi untuk mewujudkan masyarakat sejahtera berbasis ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diridhoi Allah SWT.
Misinya mencakup pembangunan masyarakat bertaqwa, berkualitas, mandiri, dan sadar akan hak serta kewajibannya sesuai ajaran Islam.
Muslimat NU juga telah memperoleh hak otonomi sejak Muktamar NU ke-19 di Palembang pada tahun 1952. Dengan otonomi ini, Muslimat NU dapat mengatur rumah tangganya sendiri dan mengembangkan kreativitasnya secara mandiri, terlepas dari NU sebagai lembaga Induk.
Keanggotaan Muslimat NU mencapai sekitar 32 juta yang tersebar di berbagai tingkatan, mulai dari Pimpinan Wilayah hingga Pimpinan Ranting.
Para Ketua Umum Muslimat NU
Sejak berdiri, Muslimat NU telah dipimpin oleh beberapa tokoh yang berdedikasi tinggi. Berikut adalah para Ketua Umum PP Muslimat NU dari masa ke masa:
- Ny. Chodijah Dahlan (1946-1947)
- Ny. Yasin (1947-1950)
- Ny. Hj. Mahmudah Mawardi (1950-1979)
- Hj. Asmah Syahruni (1979-1995)
- Hj. Aisyah Hamid Baidlawi (1995-2000)
- Hj. Khofifah Indar Parawansa (2000-2024)
Program dan Kegiatan
Muslimat NU memiliki beragam program dan kegiatan, seperti layanan sosial dan kesehatan, pendidikan, dakwah, koperasi, bimbingan haji, dan layanan ketrampilan. Mereka mengelola panti asuhan, asrama putri, panti jompo, dan pusat layanan kesehatan, menunjukkan komitmen mereka terhadap pembangunan masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera.
Sebagai bagian integral NU, Muslimat NU tidak hanya mengembangkan potensi perempuan di dalam organisasi, tetapi juga aktif di berbagai forum nasional seperti Kongres Wanita Indonesia (Kowani), memberikan kontribusi positif pada perjuangan hak-hak perempuan.
Disarikan Oleh ARS