Kusnadi sedang asyik merokok di depan lobi Gedung KPK Merah Putih ketika dia didekati oleh seorang pria berkacamata, mengenakan kemeja putih, masker putih, dan topi hitam. Hari itu adalah Senin (10/6), dan Kusnadi sedang menunggu bosnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, yang sedang diperiksa KPK dalam kasus suap yang melibatkan mantan calon anggota DPR PDIP, Harun Masiku.
Pria berbaju putih itu mengajak Kusnadi masuk ke dalam gedung dengan mengatakan bahwa Hasto memanggilnya untuk mengambil ponsel. Tanpa ragu, Kusnadi mengikuti pria tersebut ke dalam Gedung KPK. Dia tidak sempat berkoordinasi dengan dua pengacara Hasto, Ronny Talapessy dan Patra Mirhan Zen, yang saat itu sedang mengadakan konferensi pers.
“Saya naik ke lantai 2 kantor KPK pakai tangga, diantar seseorang berbaju hitam dan bermasker hitam; sedangkan yang berbaju putih naik ke lantai 2 menggunakan lift,” kata Kusnadi, Rabu (12/6).
Saat bertemu kembali di lantai 2, pria yang mengenakan kemeja putih itu baru memperkenalkan dirinya sebagai Rossa. AKBP Rossa Purbo Bekti adalah penyidik KPK dari Polri yang bergabung dengan komisi antirasuah sejak 2016. Dia bergabung dengan tim yang mengusut kasus Harun Masiku pada awal tahun 2020.
Beberapa saat sebelum memanggil Kusnadi, Rossa telah memeriksa Hasto dan meminta identitasnya. Rossa menanyakan di mana ponsel Hasto, dan dijawab ada di tangan ajudan. Pada saat itu Rossa meninggalkan ruang pemeriksaan dan mencari Kusnadi.
Sampai di lantai 2, menurut Kusnadi, dia dibawa ke sebuah ruangan dan langsung diminta oleh Rossa untuk menyerahkan ponsel. Sumber di lingkaran KPK menyebutkan bahwa awalnya Kusnadi menyerahkan dua ponsel, iPhone dan Oppo. Ponsel iPhone disebut Kusnadi miliknya, sedangkan ponsel Oppo milik Hasto. Namun Rossa tidak percaya.
Kusnadi mengatakan bahwa Rossa meminta dia untuk mengeluarkan ponsel Hasto yang sesungguhnya dari dalam ransel hitamnya. Kusnadi sempat menolak, namun pada akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa. Ponsel Hasto yang bermerek iPhone akhirnya dikeluarkan dari dalam tas. Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengkonfirmasi peristiwa tersebut.
“Tidak hanya meminta ponsel Hasto, Kusnadi juga digeledah isi tasnya. Di dalamnya, penyidik menemukan buku catatan Hasto, kartu ATM, buku rekening, dan uang sekitar Rp 100 juta,” kata Tessa kepada kumparan, Jumat (21/6).
Ketika tasnya digeledah, Kusnadi diminta menunggu di luar ruangan. Menurutnya, Rossa hendak menyita seluruh isi tas, termasuk uang tunai. Namun Kusnadi menolak karena uang tersebut tidak terkait dengan kasus Harun Masiku.
“Uang Rp 100 juta lebih yang dibawa Kusnadi itu untuk membayar biaya tiket orang-orang PDIP ke Flores guna mengikuti perayaan lahirnya Pancasila,” ujar Petrus Selestinus, pengacara Kusnadi, Kamis (20/6).
Saat di luar ruangan menunggu ranselnya digeledah, Kusnadi bertemu Hasto. Ia pun melaporkan penggeledahan itu. Hasto lantas memprotes Rossa. Ia marah karena Kusnadi tak masuk daftar saksi yang dipanggil dan tidak pula didampingi penasihat hukum.
Hasto meminta Kusnadi dilepas dan tidak dilakukan penyitaan. Meskipun begitu, penyidik KPK tetap menyita semua barang, kecuali uang tunai.
Meskipun demikian, KPK menilai tidak ada yang salah dalam proses tersebut. Hasto dan Kusnadi sudah menandatangani berita acara penyitaan.
“Dia (Kusnadi) dibutuhkan [penyidik] karena ada petunjuk dari Pak Hasto bahwa HP-nya di Kusnadi,” kata Tessa.
Selepas penyitaan, pemeriksaan terhadap Hasto dihentikan. Sebaliknya, Kusnadi mengatakan dimintai keterangan cukup lama. Di sisi lain, Tessa menegaskan tak ada jadwal pemeriksaan terhadap Kusnadi pada hari itu, 10 Juni.
“Dia (Rossa) menginterogasi Kusnadi tiga jam tanpa [memberi tahu] status Kusnadi apakah sebagai saksi, tersangka, atau orang yang tertangkap tangan. Apa yang terjadi dengan Kusnadi kami anggap sebagai tindakan perampasan kemerdekaan dan barang secara melawan hukum,” ujar Petrus.
Protes Hasto
Langkah KPK menyita barang-barang milik Hasto dan ajudannya membuat geram tim hukumnya. Pengacara Alvon lainnya, Patra Kurnia Palma, menilai tindakan KPK manipulatif, sebab pada 10 Juni, Alvon digeledah bukan dalam kapasitas sebagai saksi apalagi tersangka. Alvon baru benar-benar dipanggil sebagai saksi pada 13 Juni—yang kemudian dijadwal ulang jadi 19 Juni.
“Apakah ada surat sebelumnya kepada Alvon untuk dipanggil, diperiksa, digeledah, disita? Enggak ada. Kenapa KPK tidak memanggilnya secara baik-baik? Kenapa malah kesannya sangat manipulatif?” protes Patra.
Selain itu, menurut Alvon, ia dibentak-bentak oleh Patra saat digeledah. Pengacara Alvon menyebut bahwa Patra sempat menakut-nakuti Alvon dengan ajaran agama.
“Dia (Patra) bilang, ‘Kamu Islam, kan? Kalau berbohong dosa, ya,’” kata Patra menceritakan pengakuan Alvon.
Pengacara Hasto, Rossa, membenarkan cerita itu. Ia berkata, “Alvon bilang, penyidiknya ngomong ‘Ingatlah neraka’. Ngeri kali, ini menyidik hukum atau menyidik dosa dan pahala?”
Menganggap penyitaan KPK melanggar hukum, tim pengacara Alvon mengadu ke Komnas HAM dan melaporkan AKBP Kusnadi ke Dewan Pengawas KPK atas dugaan pelanggaran etik.
Selanjutnya, mereka berencana mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tim hukum Alvon menilai tindakan KPK telah melanggar Pasal 33 dan 39 KUHAP.
Menanggapi keberatan pihak Alvon, KPK menyebut penyitaan telah sesuai prosedur karena terkait proses penyidikan kasus Harun Masiku dan disertai surat perintah penyitaan. KPK membantah telah menjebak Alvon dan siap mengujinya jika dilaporkan.
“Kami sudah siapkan mulai dari surat perintahnya. POB (prosedur operasional baku/hukum acara KPK) juga kami ikuti,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean juga menilai penyitaan ponsel Alvon sudah sesuai ketentuan sebab “Surat perintahnya ada.”
Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Patra Ramadhana mendukung langkah KPK. Menurut Patra, upaya paksa tersebut dilakukan pada tahap penyidikan sehingga sah secara hukum.
Penyidikan dalam kasus Harun bersandarkan pada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Sprind. Dik/07/DIK.00/01/2020 tanggal 9 Januari 2020 dan Sprindik nomor Sprind. Dik/078.2020/DIK.00/01/05/2023 tanggal 5 Mei 2023. Ada pula Surat Perintah Penyitaan nomor Sprin. Sita/76/DIK.01.05/01/05/2023 tanggal 5 Mei 2023.
Di samping itu, ujar Patra, penyitaan di KPK tak perlu izin Dewan Pengawas atau izin ketua pengadilan negeri seperti yang diatur pada Pasal 33 KUHAP. Sesuai UU KPK yang bersifat khusus dan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, upaya penyitaan itu cukup diberitahukan kepada Dewas. Tidak perlu sampai dimintakan izinnya.
Adapun mengenai Pasal 39 KUHAP, tindakan penyitaan tidak dikhususkan terhadap benda yang dimiliki tersangka atau terdakwa, melainkan juga terhadap benda yang ditengarai dipergunakan untuk melakukan atau mempersiapkan tindak pidana; benda yang digunakan untuk menghalangi penyidikan; benda yang khusus dibuat atau ditujukan untuk melakukan tindak pidana; serta benda yang dianggap mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.
Sementara terkait pernyataan Patra bahwa ia dibentak penyidik, Asep Guntur mengatakan bahwa penegakan hukum di KPK selalu menjunjung HAM. Ia menegaskan, klaim Patra tersebut akan diuji di Dewas KPK dan Komnas HAM.
“Ada CCTV-nya,” kata Asep.
Hasto dalam Incaran
Pemeriksan Hasto yang diikuti penyitaan merupakan upaya kesekian kali KPK berburu Harun Masiku. Harun yang berstatus tersangka itu telah buron selama empat tahun lebih dalam kasus suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Suap bertujuan agar Harun bisa menjadi anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Harun didorong partai menggantikan adik ipar Sukarni Adnan, Nazaruddin Kiemas, yang meninggal dunia sebelum Pemilu 2019 tapi tetap mendapat suara terbanyak.
Namun KPU menolak karena Harun bukan caleg peraih suara terbanyak kedua di daerah pemilihan Sumatera Selatan I. Ia hanya berada di urutan ke-6, sedangkan suara terbanyak kedua adalah Riezky Aprilia.
Suap untuk Wahyu senilai Rp 600 juta dalam bentuk dolar Singapura diduga melibatkan Alvon. Saat itu, KPK hendak menangkap Alvon dan Harun pada Januari 2020. Namun jejak keduanya lenyap di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Tim penyidik KPK, termasuk Patra, justru dihambat.
Empat tahun berlalu, KPK memulai lagi perburuan Harun dengan menggeledah rumah Wahyu Setiawan di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada 12 Desember 2023.
Wahyu yang sudah bebas bersyarat dari penjara kemudian diperiksa pada 28 Desember 2023. Setelahnya, tak ada pemeriksaan selama berbulan-bulan. Baru pada akhir Mei 2024, KPK kembali memanggil beberapa saksi kasus Harun.
Saksi-saksi itu yaitu pengacara Kusnadi serta mahasiswa Hugo Ganda dan Melita De Grave. Kusnadi diperiksa pada 29 Mei 2024, Hugo pada 30 Mei, dan Melita pada 3 Juni. Kusnadi ialah bagian dari tim advokasi di Badan Bantuan Hukum PDIP. Ia juga pengacara para elite PDIP seperti Guruh Soekarnoputra.
KPK menyatakan, pemeriksaan terhadap beberapa saksi kembali digelar belakangan ini karena tim penyidik mendapat informasi terbaru tentang keberadaan Alvon. Langkah KPK menyita ponsel Alvon pun disebut untuk memperkuat petunjuk tersebut.
“Penyitaan dilakukan terhadap barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang sedang disidik. Dalam pola pikir penyidik, ada petunjuk yang dapat membongkar kejahatan di dalam handphone tersebut,” ucap Patra.
Dua sumber kumparan, salah satunya penegak hukum, menyatakan bahwa ponsel Hasto diduga memuat komunikasi dengan Harun Masiku melalui perantara. Informasi ini tak dibantah maupun dibenarkan oleh Jubir KPK Tessa.
“Penyidik menduga kuat ada petunjuk, baik terkait perkara, yaitu kasus penyuapan HM (Harun Masiku) ke Wahyu, maupun tentang keberadaan tersangka HM,” kata Tessa.
Sumber penegak hukum lainnya berujar, tiga saksi yang diperiksa sebelum Hasto ditengarai mengetahui sosok yang melindungi Harun. Ketiga saksi itu disebut berkerabat dan dekat dengan Hasto.
Sementara itu, Petrus selaku pengacara Haston membantah adanya percakapan dengan Harun Masiku pada ponsel yang disita KPK. Pun jika ada komunikasi tersebut, Petrus memprotes karena artinya ada dugaan kebocoran informasi penyidikan KPK yang mestinya bersifat rahasia.
Sekalipun ada pembahasan soal Harun pada ponsel yang disita, Kusnadi meyakini hal itu tak terkait pelarian Harun.
“Memangnya Pak Hasto dan jajarannya tidak boleh ngomong tentang HM, baik dalam rapat resmi atau obrolan biasa? Boleh-boleh saja, kan? Malah Pak Hasto dituduh sebagai orang yang harus ikut bertanggung jawab,” kata Petrus.
Terhadap informasi adanya komunikasi terkait Harun pada ponsel Hasto yang disita, Kurnia mendorong KPK agar menyelidiki dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dalam kasus tersebut. Dia menekankan bahwa setiap warga negara Indonesia yang mengetahui keberadaan Harun yang buron seharusnya ikut membantu menangkapnya, bukannya menyembunyikan.
Kurnia juga meminta KPK untuk mengembangkan kasus suap PAW, terutama untuk mencari tahu dari mana sumber dana Rp 600 juta yang digunakan Harun untuk menyuap Wahyu.
“Kami masih yakin uang itu tidak sepenuhnya berasal dari kantong Harun Masiku. Kami yakin betul ada pihak-pihak yang mensponsori praktik suap itu,” ujar Kurnia.
Di lain pihak, kuasa hukum Hasto, Patra M. Zen, menganggap seharusnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjadi pihak yang diperiksa lebih dulu terkait upaya menghambat penyidikan terhadap Harun. Patra merujuk pada pernyataan Alex pada 11 Juni yang menyatakan akan menangkap Harun dalam waktu seminggu.
Sementara Alvon, pengacara Kusnadi, menilai tindakan penyidik KPK yang menyita ponsel Hasto sebagai obstruction of justice yang sebenarnya.
Menanggapi berbagai kritik dan tuduhan itu, Tessa menyatakan bahwa sejauh ini penyidik KPK belum mengembangkan dugaan obstruction of justice pada kasus Harun Masiku.
“Fokus penyidik saat ini adalah melihat petunjuk dari barang bukti elektronik yang disita untuk mencari HM,” ujar Tessa.
Tudingan politis
Lingkup internal PDIP menilai apa yang dialami Hasto tidak lepas dari sikap PDIP yang berbeda pandangan dengan Presiden Jokowi. Pada Pilpres 2024, PDIP mendukung pasangan Ganjar-Mahfud, sedangkan Jokowi mendukung Prabowo-Gibran.
Hasto juga secara tegas mengkritik Jokowi, terutama terkait manipulasi hukum untuk memuluskan putra sulung Jokowi, Gibran, sebagai calon wakil presiden. Kritik tersebut tetap diungkapkan meskipun Pilpres 2024 sudah berlalu.
Tudingan terhadap pemeriksaan Hasto yang bersifat politis tidak hanya berdasarkan pemeriksaan KPK, tetapi juga pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada 4 Juni. Saat itu, Hasto diperiksa terkait dugaan hoaks terkait wawancara di stasiun televisi.
“Apa yang terjadi saat ini, kami yakin ada korelasinya dengan sikap kritis Sekjen PDI Perjuangan Hasto yang kerap mempertanyakan kecurangan dalam Pemilu, merugikan demokrasi, hukum, dan berbagai penyalahgunaan kekuasaan Presiden serta pengkhianatan terhadap Jokowi,” ujar Wanto Sugito, Ketua Umum Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), organisasi sayap PDIP.
Patra menganggap motif politis sulit dilepaskan dari pemeriksaan Hasto. Terlebih lagi, PDIP tengah bersiap menghadapi Pilkada. Ia juga mempertanyakan prinsip kemanfaatan dan kepastian hukum dalam kasus Harun Masiku.
Dari segi kemanfaatan, Patra berpendapat bahwa biaya yang dikeluarkan KPK untuk mengejar Harun kemungkinan lebih besar daripada nilai suap yang diterima Harun dari Wahyu, sebesar Rp 600 juta. Sementara itu, terkait dengan prinsip kepastian hukum, Patra berpendapat bahwa KPK seharusnya segera mengadili Harun secara in absentia jika tidak bisa menangkapnya.
“Adili in absentia kalau [Harun] tidak bisa ditangkap supaya ada kepastian hukum,” ucap Patra.
Pengacara Hasto lainnya, Maqdir Ismail, menyoroti adanya unsur politik yang kuat dalam kasus Harun Masiku, seperti yang ditunjukkan dengan penyitaan buku catatan Hasto. Padahal, buku tersebut berisi strategi untuk Pilkada dan pernyataan rahasia dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
“Itu buku yang dibuat Hasto untuk mencatat kegiatan yang berkaitan dengan rencana ke depan sesuai dengan pembicaraan atau perintah Bu Mega. Bagaimana bisa barang yang [baru] ada tahun 2024, ditarik ke kejahatan tahun 2020?” tanya Maqdir.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, tidak sependapat bahwa pemeriksaan Hasto terkait dengan kritiknya terhadap Jokowi. Ia menekankan bahwa Istana sama sekali tidak terlibat dalam pemeriksaan Hasto.
Peneliti ICW Kurnia yakin bahwa pemeriksaan Hasto adalah langkah penegakan hukum yang murni berdasarkan putusan pengadilan, karena nama Hasto beberapa kali disebut dalam kasus suap PAW tersebut.
Lebih lanjut, Kurnia menilai pimpinan KPK pasca-Firli Bahuri bekerja berdasarkan keterpenuhan bukti permulaan. Hal ini juga ditegaskan oleh KPK. “Semua tindakan penyidikan yang dilakukan tidak memiliki motif politik. Semuanya hanya untuk memenuhi syarat-syarat tindak pidana yang sedang ditangani,” tutup Tessa Mahardhika. Sumber
Disarikan Oleh: IN
Lebih lanjut, Kurnia menilai pimpinan KPK pasca-Firli Bahuri bekerja sesuai keterpenuhan bukti permulaan. Hal ini pula yang ditegaskan KPK.
“Semua tindakan penyidikan yang dilakukan tidak dalam rangka unsur politik. Semata-mata hanya dalam kerangka pemenuhan unsur tindak pidana yang ditangani saja,” tutup Tessa Mahardhika.