Aksi oknum polisi, Brigadir NP, membanting mahasiswa Tangerang M Faris Amrullah (21), menuai sorotan publik. Kompolnas mengemukakan analisisnya soal usia Brigadir NP yang masih seumuran dengan pendemo.
“Memang anggota yang bertugas adalah bintara-bintara muda, yang mungkin seumuran dengan para pendemo. Sehingga bisa jadi masih emosional menangani para pendemo. Hal tersebut menunjukkan pentingnya arahan pimpinan dalam mempersiapkan personel-personelnya yang bertugas dan pengawasannya di lapangan. Selanjutnya harus segera dievaluasi agar ada perbaikan,” kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada wartawan, Kamis (14/10/2021).
Poengky menjelaskan sudah ada aturan terkait penggunaan kekuatan dalam penanganan demonstrasi. Menurut dia, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam penanganan aksi.
“Tetapi pada intinya setiap tindakan anggota Polri dalam melakukan pengamanan harus tetap menghormati hak asasi manusia, sehingga tidak boleh ada kekerasan berlebihan,” ujar Poengky.
Perihal kasus polisi membanting mahasiswa ini, Kapolda Banten sudah menyampaikan permintaan maaf. Poengky mengatakan hal itu perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan oknum anggota yang melakukan kekerasan berlebihan.
“Kasus Tangerang ini harus menjadi refleksi bahwa anggota di lapangan masih harus dibekali pengetahuan tentang HAM dan penanganan demonstrasi. Mindset-nya perlu diluruskan, bahwa dalam menghadapi demonstran, polisi harus bertindak bijaksana. Jangan sampai terpancing jika ada provokasi di lapangan. Penggunaan kekerasan boleh dilakukan ketika tindakan demonstran anarkis membahayakan nyawa polisi dan masyarakat. Jika tidak membahayakan, arahkan saja agar para demonstran bisa menyampaikan tuntutan secara damai,” beber Poengky.
Brigadir NP Minta Maaf
Brigadir NP sudah menyampaikan permintaan meminta maaf. Brigadir NP beralasan dirinya refleks saat mengamankan Faris seusai demo yang berujung ricuh.
Insiden tersebut terjadi saat sekelompok mahasiswa berdemo di depan Pemkab Tangerang, Banten, Rabu (13/10). Polisi dan mahasiswa sempat dorong-dorongan.
Kapolresta Tangerang Kombes Wahyu Sri Bintoro mengatakan peristiwa itu diawali ketika mahasiswa memaksa masuk dan bertemu dengan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar. Padahal Ahmed Zaki Iskandar saat itu tidak ada di kantornya karena sedang menghadiri peringatan HUT ke-389 Kabupaten Tangerang di tempat lain.
“Ketegangan terjadi saat tim negosiator Polresta Tangerang meminta perwakilan dari elemen mahasiswa untuk bertemu dengan pejabat, kebetulan Bapak Bupati sedang melaksanakan kegiatan HUT, sehingga tidak bisa menemui,” jelas Wahyu dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (13/10/2021) malam.
Kericuhan terjadi hingga akhirnya polisi dan mahasiswa terlibat dorong-mendorong. Pihak kepolisian saat itu mengamankan satu orang yang diduga menjadi provokator.
“Namun dari pihak mahasiswa tetap mengotot untuk bisa bertemu dengan Bupati dan harus Bupati yang menemui yang bersangkutan sehingga dari situlah terjadi dorong-mendorong sehingga kondisi kita amankan satu orang awalnya yang memprovokasi mahasiswa,” sambungnya.
Aksi Brigadir NP Disebut Refleks
Kericuhan tak terelakkan. Saat itulah oknum polisi membanting pendemo, M Faris Amrullah.
“Sehingga terjadilah kericuhan dan timbul salah satu dari korban atas nama MFA,” jelas Wahyu.
Wahyu mengatakan Brigadir NP telah meminta maaf secara langsung kepada Faris. Brigadir NP d
isebut refleks ketika membanting Aulia.
“Oknum NP sudah meminta maaf secara langsung kepada Saudara MFA dan orang tua saudara MFA dan tindakan tersebut bersifat refleks dan tidak ada tujuan mencelakai yang bersangkutan,” imbuh Wahyu.
Peristiwa itu terekam video dan viral di media sosial. Dalam rekaman video, Faris dipiting lehernya, lalu dibanting ala pertarungan bebas smackdown oleh NP ke lantai.
Faris kemudian kejang-kejang dan sempat pingsan. Faris mengaku baik-baik saja dan hanya mengalami pegal-pegal setelah dibanting NP.
Disarikan oleh P.