Mei 2006 mungkin takkan pernah terlupa dari ingatan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa Timur.
Kegagalan penambangan Lapindo Brantas Inc. berubah menjadi kubangan lumpur yang terus meluap dan merendam tujuh desa di Porong, Sidoarjo.
Meski menyisakan kerugian warga yang tak sedikit, lumpur Lapindo (lula) atau lumpur sidoarjo (lusi) tak disangka bisa membentuk pulau baru.
Disebut Pulau Lusi oleh warga setempat, daratan baru ini memiliki luas sekitar 93,4 Hektare.
Menariknya, endapan lumpur itu kemudian ditanami dengan tumbuhan mangrove yang ternyata berkembang cukup baik
Dengan adanya tetumbuhan, Pulau Lusi terlihat hijau, rindang, dan eksotis sehingga menarik minat para penggemar ekowisata.
Saat ini, pulau tersebut dikelola oleh Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BAPEL BPLS) sejak diserahterimakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2017.
Selanjutnya, KKP berencana mengembangkan Pulau Lusi sebagai Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) lewat Dirjen Pengelolaan Ruang Laut.
Mereka juga menambahkan Tambak Wanamina seluas 2,73 Hektare di pulau lumpur itu.
Tujuannya untuk melakukan perilaku biota-ikan muara di lingkungan endapan lumpur Lapindo.
Setelah tiga tahun diamati, tak ada pengaruh yang signifikan, bahkan berhasil membudidayakan ikan bandeng.
Selain itu, tersisa 90,77 Hektare yang belum dioptimalkannya.
Pulau Lusi kini sudah dapat diukur dan dipasang patok batas agar mendapatkan legalitas hukum dalam pengembangan dan pengelolaannya.
Pengelola sudah menyediakan beberapa sarana dan prasarana seperti dermaga, perahu cepat, jalan setapak, ruang pertemuan, keamanan, musala, toilet, dan lain-lain.
Penulis: Yuliana Prasiska, Mahasiswa STISIP WIDURI